Jumat, 15 Januari 2010

1 trilyun rupiah, aktualisasi diri dan kebahagiaan

bayangkan kita punya uang 1 trilyun...
bayangkan kita memilikinya di ujung waktu kita..
ketika kita sudah dimakan usia

misalkan kita memiliki 4 orang anak,
usia rata-rata 20-an tahun..
(agak matematis nih)

dengan 1 trilyun itu cukup untuk nge-jatah anak-anak kita masing-masing menerima 25jt/bulan seumur hidupnya!
coba kita hitung, anggaplah rata2 usia manusia hingga 70thn. maka pengeluaran 25jt/bulan selama 50thn "hanyalah" 15 Milyar! dan untuk 4 orang anak "hanya" 60 Milyar! atau hanya 6% dari uang 1 trilyun!

ah masih kurang fantastis nih...
oke, anggaplah masing2 anak kita menghasilkan 2 cucu untuk kita. berarti total ada 8 cucu. berarti tambah 15 milyar x 8 = 120 Milyar. atau totalnya menjadi "hanya" 180 Milyar..

wow.. sisa uang masih ada 820 Milyar..
anggeplah dibeliin saham Astra Internasional supaya anak cucu kita ga usah kerja lagi.
ongkang-ongkang kaki aja
financial freedom kata orang
satu tahun bisa dapat dividen hingga 100 milyar, ya cukuplah buat 4 anak dan 8 cucu..
ya, anak dan cucu ongkang-ongkang kaki
jadi pengangguran!

bayangkan keseharian anak dan cucu kita,
bangun tidur, makan, tidur lagi..
jalan2, makan enak, plesiran.. tidur lagi..

hmm.. kira-kira kita bahagia atau tidak ya punya keturunan yang seperti itu?
apakah kita bahagia? ya.. mungkin jawabannya bisa berbeda-beda..
apakah ada jaminan anak cucu kita akan hidup bahagia?
apakah ada jaminan kalau anak cucu kita akan bisa berbuat baik dan bermanfaat untuk masyarakat sekitarnya?
apakah ada jaminan kalau anak cucu kita bahagia hidup di dunia?
sama sekali tidak ada jaminan

oke, sekarang saya akan ajak anda ke yang lebih makro..
bayangkan jika semua penduduk indonesia seperti itu?
kira-kira apa yang terjadi?
masih adakah yg mau bekerja?
masih adakah yg mau berwirausaha?
bagaimana dengan tindak kriminal, makin berkurang atau justru makin meningkat karena banyaknya pengangguran?
masih adakah yg mau jadi pegawai negeri dan mengurus negara?

ah, lebay loe dzan.. mana mungkin semua penduduk indonesia seperti itu..

oke, sekarang skala makro nya saya kecilin dikit..

anggeplah saya jadi presiden (jangan di aminin ya hehe)

- kemudian saya menekan fasilitas mewah para pejabat
- saya optimalkan kekayaan alam negara untuk kesejahteraan rakyat
- transparansi pajak
- gantung para koruptor

nah tiba-tiba Indonesia jadi negara kaya..
Semua rumah sakit dibikin gratis tanpa kecuali
semua sekolah dibikin gratis tanpa kecuali
bahkan pemerintah memberikan BLT kepada rakyat masing2 5jt/bulan untuk semua rakyat tanpa kecuali.
udah kebanyakan duit ceritanya..

lalu, bahagiakah rakyat indonesia?
yakin ga ada yg bunuh diri lagi?
bagaimana dengan kriminalitas?
apakah korupsi berkurang?
apakah masih ada orang yg mau jadi tukang becak?
apakah ada yg mau gerakin sektor riil usaha kecil?
barang2 dari china atau impor, apakah berkurang apa justru bertambah?
apakah dengan kondisi itu bisa menjamin bangsa indonesia akan menyumbang sesuatu yang besar untuk peradaban manusia?
untuk kehidupan umat manusia yang lebih baik?
sama sekali tidak ada jaminan

aha..
ternyata yang jauh lebih penting itu adalah aktualisasi diri daripada materi.
untuk terus berkarya adalah lebih penting daripada pasive income, financial freedom dan ongkang-ongkang kaki..

jadi sebenarnya pemerintah agak kurang tepat ya dengan konsep BLT-nya. seharusnya pemerintah lebih baik untuk meng-encourage rakyatnya untuk terus berkarya..
misalkan pemerintah kasih insentif tambahan untuk tukang becak yang terus narik becaknya sebulan penuh hehe..
pemerintah bebasin biaya sekolah untuk anak-anak yang orangtuanya bekerja menjadi TKI (pahlawan devisa toh)
pemerintah bebasin pajak, termasuk PBB buat rakyatnya yang buka warung kelontong, warung gado-gado, dsb..
lho kok jadi OOT

balik lagi yaa ke topik...
untuk terus bekerja (yang nikmat yaaa hehe) jauh lebih penting daripada "bisnis jalan sendiri, pengusaha jalan-jalan"
hehe ngaco ya konsep "usaha jalan sendiri, pengusaha nya jalan-jalan"
jangankan pengusaha kelas kita yang masih ucrit,
ga usah bicara ekspansi usaha dulu atau nambah omzet,
orang top macam warren buffet, bill gates aja harus struggling hanya untuk sekedar MEMPERTAHANKAN yang sudah ada.
ya, cuma mempertahankan supaya tidak bangkrut aja para pengusaha harus keluar effort lebih kok..

lha, ini kok kita yang lebih ucrit dari mbah buffet dan om gates bisa-bisa nya malah jalan-jalan kesana kemari, ongkang-ongkang kaki ga urus bisnis..
padahal direktur-direkturnya mbah buffet jauuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhh lebih jago dari karyawan-karyawan kita..
tapi mereka masih urus bisnisnya kok..

jadi apapun lahan aktualisasi diri kita dalam kehidupan,
entah itu jadi pengusaha, atau jadi karyawan
entah jadi ibu rumah tangga, atau tukang ojek..
ternyata yang lebih penting itu adalah "karya" kita, "kerjaan" kita, dan bukan "materi" yang kita dapatkan..
karena karya kita itu lah yang secara tidak langsung menjadi sumbangsih kita untuk peradaban manusia..

makanya konyol sekali ketika kita, termasuk saya pastinya. ketika terjebak untuk menjadikan materi sebagai tujuan, menjadikan materi sebagai parameter keberhasilan. ngawurnya full!
yang begini nih yang biasanya menghalalkan segala cara untuk mencapai materi

manusia seringkali lupa dengan esensi hidupnya..
setiap hari mengejar materi, mengejar harta kekayaan..
tapi lihatlah apa yang dikorbankan?
- banyak keluarga berantakan, bercerai karena mengejar karier
- anak-anak terlibat narkoba
- kesehatan terlupakan, jantung lah, diabetes lah, kanker lah dll dll.. (inget lho, semua penyakit itu 70% penyebabnya adalah karena stress)
- dan yang paling esensial adalah beribadah. lho, kita kan diciptakan hanya untuk beribadah.. se-simple itu..
ya tentu saja, kerja itu ibadah (asal halal), mengurus keluarga itu ibadah, dan lain-lain

bagi yang muslim seperti saya, ada yang namanya ibadah-ibadah wajib seperti shalat 5 waktu, puasa ramadhan, zakat, haji. nah seringkali ibadah wajib ini terpinggirkan dengan semangat kita mengejar materi.

padahal coba kita lihat ilustrasi diatas, apakah dengan materi yang banyak bisa menjamin kebahagiaan?

apakah yang sebenarnya kita cari?
materi?
atau kebahagiaan?
karena jelas tidak ada relevansi diantara keduanya..

apakah kita berani bilang klo keluarga nya pak menteri itu lebih bahagia dari keluarga pemungut sampah? belum tentu!
apa kita berani bilang klo keluarga nya Anggodo lebih bahagia daripada keluarga nya adik kita Sinar? belum tentu!

menutup tulisan ini...

boleh aja kita mencari materi sebanyak-banyaknya, tapi ingat bahwa aktualisasi kita yang lebih penting. karya-karya kita lebih penting, dan semua dalam kerangka ibadah kita kepada Pencipta kita.

boleh aja kita mencari materi sebanyak-banyaknya, tapi ingat bahwa materi sama sekali tidak menjamin kebahagian.. lalu dimana kita mencari kebahagiaan?

semoga berguna..
www.adzanwahyu.com