Jumat, 12 Juni 2015

Berbisnis di era baru

Ada dua hal perubahan yang paling mendasar dalam hal bisnis akhir-akhir ini. Tentunya dua faktor ini sangat mempengaruhi keberlangsungan dari bisnis di era sekarang

Pertama saya melihatnya sebagai gejala long tail yang masif.
Di era sekarang, korporasi-korporasi besar sepertinya sedang menunggu kehancuran. Digerogoti para pemula yang masih kecil, dengan bisnis niche yang lebih spesifik. Cuma ada dua pilihan untuk korporasi besar : monopoli sekalian seperti Google atau Facebook, atau memilih core dan segmentasi yang lebih spesifik dan fokus (konsekuensinya ya restrukturisasi dan hal gak enak lainnya)

Long tail ini rada edan. Entah karena banyak yang sedang survival mode, atau karena keinginan yang tak terbatas, membuat orang-orang rela melakukan apa saja untuk berbisnis. Di daerah condet, ada rumah besar pinggir jalan, yang pemiliknya rela berjualan tahu goreng via gerobak di depan rumahnya. Dengan pelayanan yang ramah khas owner, kualitas produk yang terjaga, mereka bisa menjual 1200 pcs tahu goreng per hari. Kebayang tidak raksasa seperti Pizza Hut harus berhadapan dengan yang model begini... Apalagi kemudian menjadi masif, dengan ribuan gerobak dan ribuan owner yang berbeda dan turun langsung.

Ini juga menjadi pelajaran bagi kita-kita yang mau belajar bisnis. Sudah gak relevan lagi membuat business plan sebuah bisnis yang diawali dengan mempekerjakan karyawan. Kini semua orang turun langsung mengurusi bisnisnya. Tentunya beda sentuhan antara owner dan karyawan. Ketika owner langsung yang turun untuk mengurusi bisnisnya, dan menjadi masif di semua tempat, tentunya ini ancaman yang menggerus korporasi-korporasi besar.

Yes, akhirnya dunia ini menjadi multi-polar. Bahkan di level negara, kini sudah tidak adalagi negara adidaya. The so call negara adidaya pun kini repot mengurusi tunjangan kesehatan dan pengangguran di negaranya sendiri. Raksasa monopoli sepeti Google dan Facebook pun saya yakin sedang ketar-ketir. Karena kalau mereka gagal mempertahankan dominasinya, akan segera tergilas sejarah.


Gejala kedua, teknologi..

Kalau di jaman kuno dulu, ekspansi bisnis adalah dengan membuka cabang, maka lahir era modern dimana ekspansi bisa berarti franchise atau MLM atau kemitraan. Di era teknologi ini, semua menjadi tak relevan. Kita bisa lihat betapa lapak-lapak online UKM bisa menjangkau nusantara tanpa perlu memiliki banyak outlet seperti Matahari misalnya. Dengan organisasi bisnis yang sangat efektif dan efisien.

Perusahaan yang anti-teknologi, mengalami kemunduran. Perusahaan yang bersahabat dengan IT, melejit pesat bahkan tanpa persaingan berarti. Dunia bisnis sedang menuju titik keseimbangan yang baru.

Yang saya alami adalah ketika klien saya www.calico.co.id , dengan support IT nya walau belum genap satu tahun berdiri, bisa mengalahkan dominasi petshop-petshop yang sudah puluhan tahun berdiri di indonesia. Tentunya banyak faktor lainnya juga seperti keramahan, kelengkapan barang, service dan lain-lain. Tapi faktor IT sangat berpengaruh disini. Juga faktor pertama yang saya sebutkan diatas, yaitu owner yang turun langsung. Tak jarang pak Dendy Nugroho mengantarkan pesanan customernya secara langsung ke rumah-rumah.

Yang lebih mengejutkan adalah portal kucing www.cattery.co.id besutan Rachmat Bontara. Belum satu bulan berdiri sudah ramai sponsor menawarkan diri. Bahkan tim-nya belum mempersiapkan tentang monetize nya. Ya, teknologi mengubah segalanya. Kalau jaman dahulu kita harus mendatangi narasumber secara langsung, menghadiri seminar atau workshop, menjadi member komunitas, kini semua lebih mudah karena faktor teknologi. Ternyata korporasi-korporasi besar kini melirik dunia maya, internet, website, komunitas online untuk media PR dan marketing.

Kita memasuki jaman dimana era iklan di tv dan billboard pinggir jalan sudah terlalu mahal, dengan jangkauan tak terbatas. Semua melirik iklan di dunia digital. Saat ini jangkauan portal besutan Rachmat sudah mencapai total 300.000 orang lebih per bulan. Dan tren nya terus meningkat. Bayangkan kalau kita biasa ber-iklan di media majalah offline, biaya iklan Rp 8jt untuk 1 halaman dalam sebulan. Dengan oplah "hanya" 10.000 pembaca. Sudah terlalu mahal. Untuk menjangkau 10.000 orang, mungkin kita hanya membutuhkan Rp 200.000 di media online milik Rachmat. Hemat 40x lipat.

Simulasi diatas menggambarkan bahwa dunia digital akan menjadi killer bagi bisnis konvensional. Betapa banyak koran dan majalah yang gulung tikar karena internet. Para peritel konvensional yang bangkrut karena kalah dengan internet.

Beruntunglah bagi yang antisipasi dua hal ini. Siap di era long tail, turun langsung meng-handle bisnisnya, segmentasi/positioning/branding yang fokus, dan siap dengan perubahan teknologi. Mereka adalah pemenang-pemenang baru dalam kompetisi di era modern ini.

Nah, bagaimana caranya bersaing di era long tail dan teknologi ini? kalau sempet insya allah saya share, kalau tidak sempet ya boleh mampir untuk diskusi deh hehe...

Sekian dulu dan semoga bermanfaat