Jumat, 26 Desember 2008

Yusuf Mansyur dan Satpam

dari blog mas ardhiyanto..

Banyak yang mau berubah, tapi memilih jalan mundur. Andakah orangnya? (Taken From Kuliah Online WISATA HATI)

Satu hari saya jalan melintas di satu daerah.. Tertidur di dalam mobil. Saat terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya pesen ke supir saya: "Nanti di depan ke kiri
ya".
"Masih banyak, Pak Ustadz". Saya paham. Supir saya mengira saya pengen beli bensin.
Padahal bukan. Saya pengen pipis. Begitu berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang
sekuriti. "PakUstadz!". Dari jauh ia melambai dan mendekati saya.
Saya menghentikan langkah. Menunggu beliau.
"Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di TV saja…". Saya senyum aja. Ga ke-geeran, insya Allah, he he he.
"Saya ke toilet dulu ya".
"Nanti saya pengen ngobrol boleh Ustadz?"
"Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?"
"Saya bosen jadi satpam Pak Ustadz".
Sejurus kemudian saya sadar, ini Allah pasti yang "berhentiin" saya. Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu pom bensin.
Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu bicara dengan dia. Sekuriti ini barangkali "target operasi" dakwah hari ini. Bukan jadwal setelah ini. Begitu pikir saya. Saya katakan pada sekuriti yang mulia ini, "Ok, ntar habis dari toilet ya".
***
"Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?", tanya saya membuka percakapan. Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini.
Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopi ringan.
"Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?"
"Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu. Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya".
"Wah, ustadz langsung nembak aja nih".
Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang salah. Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu saja.
"Udah shalat ashar?"
"Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga? Ya saya pikir sama saja".
"Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga ibadah?"
Sekuriti itu senyum aja.

Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu bisa benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas omongan doangan. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah. Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong dah tuh kerjaan adalah ibadah. Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, boleh ga? Bagus malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu sementara Allah datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi kalau kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita.
Kayaknya perlu dipikirin lagi tuh sebutan-sebutan ibadah.

"Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke pom bensin ini", saya mengejar.
"Ya, kurang lebih dah".
Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang 'alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut perhatian sama Yang Memberi
Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu
kan jadi sama saja dengan mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan sekuriti yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya.
"Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima, memang untuk mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka
berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita telat. Itu
baru telat saja, belum kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari
senang".

Saudara-saudaraku Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu. Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya, nampaknya ia paham.
Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan bicara?
Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat shalatnya, maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih seperti diam di tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang buka usaha, sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya, bisa jadi sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain tidak.
Dan saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak menggunakan mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanya an seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu satu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta.
Insya Allah ada waktunya pembahasan yang demikian.
Kembali kepada si sekuriti, saya tanya, "Terus, mau berubah?"
"Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?"
"Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya".
"Ngebut gimana?"
"Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya. Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah. Jangan sampe keduluan
Allah".

Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di atas sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini.. Kan aneh. Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah memanggil, sedang Allah lah Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, giliran ketemu Allah,
amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama Allah.
"Yang kedua," saya teruskan. "Yang kedua, keluarin sedekahnya".
Saya inget betul. Sekuriti itu tertawa. "Pak Ustadz, pegimana mau sedekah, hari gini aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa dibuka lagi,. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan".
"Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?"
"Satu koma tujuh, Pak ustadz".
"Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering sebut orang kecil, itu udah gede".
"Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz".
"Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?"
"Kerjanya sih udah tujuh taon. Tapi gede gaji bukan karena udah lama kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz".
"Koq bisa?"
"Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe ketemu angka 1,7jt".
"Terus, kenapa masih kurang?"
"Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak".
"Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga ente kredit motor? Kan ga perlu?"
"Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz".
"Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot".
Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu. Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik. Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.
"Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?"
"Mau Ustadz. Saya benahin dah".
"Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin.. Ikutan semuanya ngebenahin shalat".
"Siap ustadz".
"Tapi sedekahnya tetap kudu loh".
"Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada".
"Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq".
"Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada. Emas juga ga punya".

Sekuriti ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya akan cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja, tapi sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul. Setidaknya menurut ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain. Ya lain soal itu mah. Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti,
"Kang, kalo saya unjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?". Si sekuriti mengangguk. "Ok, kalo sudah saya tunjukkan, mau ngejalanin?". Sekuriti ini ngangguk lagi. "Selama saya bisa, saya akan jalanin," katanya, manteb.
"Gajian bulan depan masih ada ga?"
"Masih. Kan belum bisa diambil?"
"Bisa. Dicoba dulu".
"Entar bulan depan saya hidup pegimana?"
"Yakin ga sama Allah?"
"Yakin".
"Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau".

Sekuriti ini saya bimbing untuk kasbon. Untuk sedekah. Sedapetnya. Tapi usahakan semua. Supaya bisa signifikan besaran sedekahnya. Sehingga perubahannya berasa. Dia janji akan ngebenahin mati-matian shalatnya. Termasuk dia akan polin shalat taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha dan tahajjudnya. Dia juga janji akan rajinin di waktu senggang untuk baca al Qur'an. Perasaan udah lama banget dia emang ga lari kepada Allah. Shalat Jum'at aja nunggu komat, sebab dia sekuriti. Wah, susah dah. Dan itu dia
aminin. Itulah barangkali yang sudah membuat Allah mengunci mati dirinya hanya menjadi sekuriti sekian tahun, padahal dia Sarjana Akuntansi!
Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana. Tapi ya begitu dah hidup.. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang penting kerja dan ada gajinya.
Bagi saya sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan itu keinginan yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar. Dan ga apa-apa juga memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal apa? Asal kita
barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang ini, biarin aja harga barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri, agar mau menambah ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya hidup kemakan dengan tingginya harga,. Ga kebagian.
***

Sekuriti ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat apa? Dia nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol. Satu koma tujuh. Semuanya. "Mana bisa?" kata komandannya.
"Ya Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani".
Komandannya terus mengejar, buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini jawab dengan menceritakan pertemuannya dengan saya.
Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk ketemu langsung sama ownernya ini pom bensin.. Katanya, kalau pake jalur formal, dapet kasbonan 30% aja belum tentu lolos
cepet. Alhamdulillah, bos besarnya menyetujui. Sebab komandannya ini ikutan merayu, "Buat sedekah katanya Pak", begitu kata komandannya.
Subhaanallaah, satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab cerita si sekuriti ini sama komandannya, yang merupakan kisah pertemuannya dengan saya, menjadi kisah yang> dinanti the end story nya. Termasuk dinanti oleh bos nya.
"Kita coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya", begitu lah pemikiran kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah bersama Allah melalui jalan shalat dan sedekah.
Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul shalatnya. Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah sunnahnya. Bos nya yang mengetahui
hal ini, senang. Sebab tempat kerjanya jadi barokah dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti ga mengurangi kedisiplinan
kerjaannya.. Malah tambah cerah muka nya.
Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia menunggu janjinya Allah. Dan dia tahu janji Allah pastilah datang. Begitu katanya, menantang ledekan kawan-kawannya yang pada mau ikutan rajin shalat dan sedekah, asal dengan catatan dia berhasil dulu.
Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal diam. Dan barangkali
akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si sekuriti.
Supaya benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang belum punya iman. Dan saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah pasti tidak akan mempermalukannya juga, sebagaimana Allah tidak akan mempermalukan si sekuriti.
Suatu hari bos nya pernah berkata, "Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa
sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka, kalau kemudian kas bon. Percuma".
Tapi subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon.
Berhasil kah? Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi, tidak kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual motor. Bukan dari keajaiban mendekati Allah.
Saatnya ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya.
"Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian. Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren".
Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo ampe pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si sekuriti ini
benar-benar bikin bengong orang pada. Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca dia benahin shalatnya, dan dia sedekah besar yang belum pernah dia lakukan seumur hidupnya, yakni hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, terjadi keajaiban. Di kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal dirinya ga terlibat
secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli dan penjual. Katanya, dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat. Bahkan lebih. Dia sedekah 1,7jt
gajinya. Tapi Allah mengaruniainya komisi penjualan tanah di kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu terjadi begitu cepat. Sampe-sampe bulan kemaren juga belum selesai. Masih tanggalan bulan kemaren, belum berganti bulan. Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu sama Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin satu-satunya ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan? Itu jual motor, kurang. Sebab itu motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta.
Tapi dia tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang dia punya. Sehingga ibunya punya 25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya sendiri.
Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta lebihan transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini, ia aman. Ga perlu kasbon.
Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya selama 1 bulan setengah ini.
Apakah cukup sampe di situ perubahan yang terjadi pada diri si sekuriti?
Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner yang lain, dan dijadikan
staff keuangan di sana. Masya Allah, masya Allah, masya Allah. Berubah, berubah, berubah.
Saudara-saudaraku sekalian.. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah,
Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan! Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit mengenal Allah. Tapi
lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama dia, dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat perubahan hidupnya.

Subhaanallaah, masya Allah. Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini
berhasil keluar sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak suksesnya si
sekuriti ini. Barangkali cerita ini akan lebih dikenang sebagai sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada rutinitas dunia. Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi manusia-manusia pembelajar.
Pertanyaan ini juga layak juga diajukan kepada Peserta KuliahOnline yang saat ini mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa sajakah? Atau mau bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di ana pom bensinnya? Bisa kah kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja. Sebab kenyataannya juga buat saya tidak gampang menghadirkan testimoni aslinya. Semua orang punya prinsip hidup yang berbeda. Di antara semua peserta KuliahOnline saja ada yang insya Allah saya yakin mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup ini. Sebagiannya memilih diam saja, dan sebagiannya
lagi memilih menceritakan ini kepada satu dua orang saja, dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilih untuk benar-benar terbuka untuk dicontoh. Dan memang bukan apa-apa, ketika sudah dipublish, memang tidak gampang buat seseorang menempatkan dirinya untuk menjadi contoh. Yang lebih penting buat kita sekarang ini, bagaimana kemudian kisah ini mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian sama-sama mencontoh saja kisah ini. Kita ngebut sengebut2nya menuju Allah. Yang merasa dosanya banyak, sudah, jangan "Dan pada sebagian malam bertahajjudlah dengannya sebagai tambahan bagimu.Mudah- mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji". (Al Isra': 79

Rabu, 24 Desember 2008

Senin, 08 Desember 2008

Kita Harus Menang!!

Karena kecintaan kami terhadap Indonesia... (ceileee...)
saya, istri, dan adik ipar (adiknya istri) menyaksikan laga Indonesia vs Kamboja
nonton yang pasti2 menang aja..

klo lawannya singapura atau thailand nanti dulu deh hahahahaha
kiddin..

sesuai slogan the Jak.. Kita Harus Menang!!!!

padahal slogannya salah ya..
harusnya Kita Harus Berjuang Maksimal..
mau menang mau kalah mah itu urusan nanti :)





Jumat, 28 November 2008

Trip to Sukabumi




itu gambar desa di puncak gunung...
tengah hari aja klo kite ngomong masih berasep..

Selasa, 25 November 2008

Berani karena benar

Lagi2 ini tulisan untuk anak cucu hehe
jgn pada baca ya..
warning : narsis content


seharian lagi pusing ngedidik ponakan yg mentalnya penakut. Umur 3thn, ada bunyi petir dia takut, ada pantomim dia nangis dsb..

15 tahun yang lalu, alkisah ada seorang pemuda, duduk di kelas 4 sekolah dasar (halah itu mah bukan pemuda yak hehe). Beberapa perguruan silat udh diikuti. Bullying/senioritas udah menjadi makanan sehari2. temen2 sekelas itu biasa dimintain duit sama senior, bukan cuma itu, kepala ditoyor2 (hahaha) sampe ada juga yg dipukulin

tibalah giliran sang pemuda pulang sekolah, dimintain duit, sang pemuda menolak (padahal emg ga pny duit hehe) lah trus tiba2 si senior mukul (kira2 ada 4 orang senior), dan langsung jalan meninggalkan si pemuda. Dikiranya sang pemuda tinggal diam.

Dug! punggung sang senior terhantam sebuah batu yg lumayan besar. ya ia ditimpuk. ia pun menoleh ke belakang. Dengan sikap tenang si pemuda mengatakan, "klo emang mau berantem, kesini lah! jangan main pergi aja!"

saat itu si pemuda sedang berdua bersama temannya. Tentu saja teman sang pemuda itu langsung pucat wajahnya ketakutan. Para senior itu pun takut, meninggalkan kami..

hmmm... si pemuda ini kok pede bgt ya..
mari kita ikuti keseharian pemuda..

terlihat sebuah perguruan silat sedang mengadakan latihan rutin. dan terlihat juga sedang ada latih tanding. wah tidak imbang sekali, seorang anak kecil sedang sparing dengan orang2 yg usianya diatasnya, kira2 pelajar SLTP tingkat akhir.

mari kita amati dari dekat..
ternyata pelajar2 SLTP itu adalah pelajar2 nakal yg suka memalak dan menjadi preman di wilayah situ..

dan kita amati lebih dekat..
ternyata para pelajar SLTP tidak pernah berhasil melancarkan satu jurus pun kepada anak kecil itu. Dan anak kecil itu selalu memenangi pertandingan dengan skor telak.

dan kita amati lebih dekat lagi...
ternyata si anak kecil adalah si pemuda yang kita ceritakan sebelumnya itu..

kekuatan si anak kecil ini sudah menjadi buah bibir, saat itu ia sudah duduk di kelas 6 sekolah dasar.

Pada suatu hari ia mendapat cerita bahwa tetangganya yang juga temannya yang seorang perempuan, baru saja dilecehkan oleh anak2 komplek seberang. tentu saja teman2 si anak ini berang dan emosi. Tapi si pemuda ini bisa berpikir bijak, dan mengajak beberapa temannya untuk ke komplek seberang dan meminta pertanggungjawaban sang pelaku pelecehan.

Anak2 komplek seberang malah tersinggung, dan declare a war (wedeh keren ga tuh). mereka merencanakan penyerangan ke komplek si pemuda itu. Oiya, prajurit perang ini tingkatannya beragam, dari mulai kelas 6SD sampai ada yg SMA juga loh..

Akhirnya hari yg ditunggu2 tiba, ya mereka menyerang komplek si pemuda. Sekitar 30 orang. Tapi ada hal yang perlu kita saluti, mereka tawuran tidak pernah pake senjata. Apalagi timpuk2an batu. benar2 berkelahi secara fisik.
makanya klo liat tawuran jaman sekarang suka miris, kok ya pada cemen amat ya pake batu timpuk2an, ya face to face lah... (hehehe harusnya kan mirisnya karena tawurannya ya :P )

sang pemuda ini bijak, memimpin "pasukan"nya yang lebih tua darinya dan tetap memberikan himbauan dulu kepada pihak "musuh" bahwa kita bisa berunding, tapi justru dijawab dengan serangan2 fisik. Dan "pertempuran" pun tidak bisa di elakkan..

hasilnya? ya namanya orang tawuran mah ga ada menang kalah. tapi sang pemuda ini makin kesohor, karena kemampuannya bisa menghadapi beberapa lawan sendirian. Bahkan pernah suatu saat ia dijebak untuk diajak negosiasi oleh "musuh" namun ternyata dihadapi sebuah pengeroyokan oleh 4 orang musuhnya. Tetap, dia tidak kalah..

akhirnya si pemuda ini menginjakan kakinya di bangku SLTP. Sekolah barunya jauh, sekitar 13km. 2 kali naik angkot dari rumahnya..

di sekolah barunya, karena badannya yg kecil dan sikapnya yang pendiam, membuat ia sekali lagi menjadi korban bullying. Tapi kali ini bukan oleh seniornya melainkan justru oleh teman2nya yg seangkatan..

tiap hari mendapat cemoohan
"banci!"
"bencong!"
"anak cewe!"

si pemuda tidak menggubris, dibiarkan saja. Genk pencemooh badannya besar2 dan tinggi2, salah satunya menggunakan kacamata. kontras memang sama si bocah ini yang kurus dan kecil. Hampir dua bulan penuh ia mendapat cacian seperti itu. Tapi ia biarkan saja

sampai akhirnya ia di olok2 ttg orangtuanya. Ga pake banyak omong, ia langsung menghentikan langkahnya dan menghampiri si pengolok-olok..

"Blegem!"
dihajar wajah sang pengolok oleh sang pemuda hingga kacamatanya luluh lantah..
jauh diluar dugaan, ternyata sang pengolok yang badannya tinggi besar itu menangis dengan keras, karena takut dimarahi orangtuanya akibat kacamata pecah..
makanya jgn belagu bang... hehehe

berakhirlah masa pengolok2annya di SLTP. namun sang pemuda tetaplah dirinya yang dulu, tidak banyak tingkah dan banyak omong. Selama ga ada yang ganggu, dia juga ga suka jadi pengganggu..

tapi belum berakhir di jalanan..
karena perjalanan rumah ke SLTP nya berjarak 13km, beberapa kali si pemuda ini dipalak preman2 ataupun anak2 SMA

bagaimana ia menghadapi pemalakan di jalan?
nantikan kisah selanjutnya...

Rabu, 19 November 2008

Haaahh.. kamu ga bisa bayar qurban??

dapet dari pak aries di sebuah milis

Entah dinyana darimana..



Tiba-tiba saja muncul sebuah sosok yang datang menghampiri si Budi yang langsung bertanya, “Budi, apakah kamu tahun ini ikut memberikan qurban pada Idul Adha nanti?”



Dengan terbata-bata si Budi menjawab, “Soriii.. kayaknya tahun ini nggak bisa.. gua nggak punya duit buat bayar qurban..”



“Haahhh.. kamu nggak bisa bayar qurban?” tiba-tiba saja sosok putih melayang di depan si Budi mendadak menjadi sangar dan terlihat begitu besar.



“Beneran.. gua nggak punya duit.. by the way.. loe siapa ya?” sergah si Budi yang menjadi ketakutan melihat sosok putih itu menjadi sangar dan terlihat begitu besar di hadapannya.



“Saya Malaikat Maut! Saya akan cabut ruh kamu seketika saat perintah eksekusimu ditetapkan oleh-Nya!” bentak sosok putih tersebut yang mengaku sebagai Malaikat Maut.



“Waduh.. plisss.. gua masih belum turun kan perintah eksekusinya?” tanya si Budi yang semakin ketakutan.



“Itu tidak penting! Sekarang jawab dulu mengapa kamu nggak bisa bayar qurban tahun ini!” sergah Sang Malaikat Maut.



“Wah.. repot nih.. gaji gua nggak cukuplah buat bayar qurban..” balas si Budi.



“APAA?? Gaji kamu yang sejuta sebulan itu nggak cukup buat bayar qurban?”



“Kamu merokok saja sehari habis sebungkus.. berarti sebulan habis sekitar 180 ribu.. berarti setahun kamu sudah membuang uang yang diamanatkan oleh Alloh SWT sekitar 2 juta rupiah!!!”



“Padahal harga seekor kambing di sebuah lembaga amil zakat saja hanya 850 ribu rupiah! Masih berani kamu ngomong nggak punya uang buat bayar qurban?!!??”



“Hanya menyisihkan setengah dari harta yang dimubazirkan saja kamu tidak mau??!!??”



“Kamu ini benar-benar keterlaluan!!!”



Si Budi semakin ketakutan melihat Malaikat Maut murka terhadap ketololannya.



“Tapi gimana nih.. gua kan bentar lagi mau mati.. gimana mau bayar qurban..” celetuk si Budi mencoba mencari dalih.



“Siapa bilang kamu akan mati sekarang? Untung Alloh SWT belum memberi perintah pencabutan nyawa kamu! Ayo sekarang segera bangun dari mimpi kamu dan tunaikanlah qurban kamu tahun ini!” sergah Sang Malaikat Maut.



Tiba-tiba saja si Budi terbangun dari tidurnya dan bisa bernafas lega karena ternyata kejadian tadi hanya mimpi.



Apakah si Budi akan membayar qurban tahun ini?

Entahlah.. karena ternyata saat ini pun saat terbangun dari tidurnya dia membakar sebatang rokok dan menghisapnya

Selasa, 18 November 2008

Amanah itu ..

amanah itu jujur, tidak berdusta
amanah itu menepati janji
amanah itu tidak berkhianat

amanah itu professional
amanah itu ahli
amanah itu ketika kita berada di posisi yang sesuai keahlian kita

amanah itu bukan hanya tidak korupsi
amanah itu bukan hanya perkara nilep duit

amanah itu unik, karena
amanah itu kadang tidak bergantung dari banyaknya ibadah orang
amanah itu juga tidak bergantung dari banyaknya sesumbar
amanah itu barang fragile, karena
amanah itu susah untuk dibangun tapi mudah sekali dihancurkan

amanah itu sebuah kedamaian
amanah itu sebuah persaudaraan
amanah itu sebuah kepercayaan

amanah itu.... harus dijaga!

Jumat, 14 November 2008

Selasa, 04 November 2008

Bisnis angkot, modal gede margin tipis, tapi konsisten..

Setelah almarhum ayah saya pensiun dini dari TNI ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, usaha yang dipilihnya adalah angkot. Ya, angkot-angkot inilah yang menyekolahkan 4 anak2nya hingga ke bangku kuliah, bahkan dua diantaranya sempat di luar negeri.

Sekarang lagi jaman susah, mau nyari duit receh-receh juga susah. Perusahaan-perusahaan yang ada beberapa sudah gulung tikar, beberapa hidup segan mati tak mau, sangat jarang perusahaan yang tetap bisa melaju kencang.

Krisis ini pun memimpa perusahaan yang saya pimpin ketika laju pertambahan klien menjadi melambat, bahkan klien2 yg sudah ada menurunkan layanan untuk mengurangi biaya produksinya. Tapi alhamdulillah klo untuk berhentinya klien berlangganan tidak kami alami, karena klien kami selalu puas dengan layanan perusahaan. Wah harus segera mencari solusinya donk nih untuk mencari back up jika terjadi force majure.

Akhirnya pilihan pun jatuh ke bisnis angkot. Tujuh alasan kenapa usaha angkot?
1. Saya mengetahui persis bisnis ini karena bisnis angkot ortu sudah 15thn berjalan
2. Walau sedikit, Angkot memberikan hasil yang konsisten setiap bulan, tidak peduli krisis
3. Saya memiliki bengkel rekanan yang terpercaya
4. Jaringan supir yang amanah
5. Sistem yang sudah teruji
6. Tempat parkiran yang luas jika usaha berkembang
7. Harga jual kembali yang tidak jatuh. Angkot baru seharga 195jt ketika sudah 5thn masih bisa dijual 160jt. Keren kan! yang bikin mahal trayek nya ternyata

Gimana itung2annya?
Modal angkot baru : Rp 195.000.000
Pemasukan per bulan : Rp 180.000 x 30 hari = Rp 5.400.000
pemasukan per bulan akan berkurang sekitar 3-4% setiap TAHUNnya seiring bertambahnya usia mobil (buat servis2 maksudnya)

Simulasinya seperti ini
Pendapatan di tahun pertama : 5,4jt per bulan
Pendapatan di tahun kedua : 5,2jt per bulan
pendapatan di tahun ketiga : 5jt per bulan
pendapatan di tahun keempat : 4,8jt per bulan
pendapatan di tahun kelima : 4,6jt per bulan
pendapatan di tahun keenam dan seterusnya insya allah tetap di : 4,4jt per bulan
(berdasarkan pengalaman 15thn hehe)

Lumayan kan..
walau margin tipis tetapi konsisten.
bayangkan 15thn tahan banting ga ngaruh sama krismon
gimana minat tidak?
oiya kemarin saya baru cek dealer (mau tambah armada critanya hehe)
klo kredit 3thn itu TDP nya 110jt dan cicilan 3,7jt per bulan.

Bisnis angkot ini cocok untuk distribusi risiko kita. Terutama temen2 yg hobi bisnis yang berisiko tinggi. Jangan semuanya ditaruh di tempat yg berisiko tinggi, berdasarkan saya, klo lagi susah ya ga ada sama sekali hehehe.. usaha angkot ini layak dikoleksi

Saat ini armada kami ada 4 buah. Dan kami pun menerima investasi angkot anda klo anda ga mau repot, dan hanya mengenakan manajemen fee sebesar 15% sudah termasuk sewa tempat untuk parkiran. Gimana, menarik bukan?


atau ada alternatif bisnis yang lain, seperti bisnis warnet..
dengan modal yg sama dengan angkot, menghasilkan keuntungan bersih 7jt/bulan
bisa baca di artikel http://adzan101.blogspot.com/2009/09/bisnis-warnet-hanya-9jt-buruan-sulap.html
atau bisa langsung nanya2 sama jasa warnet di www.warnet-alpha.net
telp aja di 021-92699236 (warnet sampai saat ini (2011) masih menguntungkan)

sukes selalu
www.adzanwahyu.com

Senin, 03 November 2008

Wah ternyata tulisan ku ttg lampung di bajak...

Dapet kabar dari temen2 anggota beberapa milis, katanya ada artikel saya yang di lampung disebarkan di beberapa milis..

sebenernya gpp sih..
yang penting kan "substansi" nya sampe ke orang banyak..

tapi yang aku sesalkan kok, main asal copy gitu ga disebut sumbernya..
izin jg nggak hiks...

udah ketauan nih yg nyebarin di milis2 hayo ngaku..
jangan lupa ditulis sumbernya yah..
thx before

Minggu, 02 November 2008

Kisah lain Thalhah (3) gara2 ada yg request...

Hijrah ke Madinah


Bendera misi dagang Thalhah semakin berkibar. Armadanya semakin besar. Di Bushra, Thalhah adalah salah satu saudagar yang sangat dihormati. Walaupun demikian, ia tidak pernah kehilangan kontak dengan Rasulullah. Para anak buahnya selalu bersedia menjadi pembawa pesan bagi keduanya. Hanya sesekali ia pulang ke Makkah. Dan satu-satunya tujuan adalah untuk menemui Rasulullah. Menimba ilmu dan mendengarkan firman-firman Allah sehingga keimanannya semakin tebal.

Ia paham tentang adanya boikot orang-orang Quraisy terhadap kaum muslimin, yang menyebabkan saudara-saudara seimannya harus hidup dalam kondisi memprihatinkan. Ia pula yang diam-diam mengirimkan sejumlah bahan makanan kepada saudara-saudaranya itu. Ia juga tahu persis ketika beberapa sahabatnya harus hijrah ke Habsyi untuk menghindari penghinaan dan penyiksaan dari orang-orang Quraisy. Di antaranya adalah Zubair, yang masih bertalian darah dengannya. Di sisi lain, ia juga tahu persis kabar Islamnya Umar bin Khattab. Semua itu diketahuinya tanpa harus meninggalkan Bushra.

Ketika Thalhah membutuhkan orang yang bisa dipercaya dan mampu membantunya mengelola armada dagangnya, ia tidak ragu memilih Zubair. Ketika itu Zubair baru kembali dari Habsyi dan menikah dengan Asma binti Abu Bakar. Dan keduanya pun bergabung. Bahu membahu membesarkan armada dagangnya. Rasulullah tahu ihwal kedekatan Zubair dan Thalhah, dan memperkuat persaudaraan keduanya.

Ia juga mendengar berita diutusnya Mush’ab bin Umair ke Yastrib. Tugasnya adalah mempersiapkan Yastrib menjadi tempat tinggal bagi kaum muslimin yang menyingkir dari Makkah. Kehadirannya diterima oleh hampir seluruh penduduk Yastrib. Memang tidak seluruhnya mulus, tetapi berbagai masalah yang muncul bisa diselesaikan tanpa harus menghunus pedang atau menumpahkan darah. Hanya dalam waktu singkat, ia berhasil membangun sendi-sendi keberagamaan dan kemasyarakatan di sana. Sampai akhirnya Thalhah mendapat berita, bahwa Rasulullah memerintahkan para pengikutnya untuk hijrah ke Madinah, nama baru untuk Yastrib.

Dengan gembira Thalhah segera kembali ke Makkah. Dibawanya serta sebagian harta yang diperolehnya dari perniagaannya di Bushra. Tetapi ia tidak bisa bertemu dengan Rasulullah ketika tiba di Makkah. Ketika itu, Rasulullah sudah tiba di Madinah bersama Abu Bakar. Di Makkah, ia hanya bertemu dengan Ali bin Abi Thalib dan dua puteri Rasulullah, yaitu Fatimah dan Zainab. Ali adalah orang yang dengan keberanian luar biasa, bersedia menggantikan Rasulullah.

Padahal kediaman Rasulullah sudah terkepung rapat oleh orang-orang Quraisy. Atas izin Allah, para pengepung yang haus darah itu terlelap. Di saat yang sama, Rasulullah berangkat ke Madinah bersama Abu Bakar. Menjelang fajar mereka terjaga dan hanya menemui Ali sedang tidur di ranjang Rasulullah.

“Mengapa kalian belum berangkat ? Bukankah saat ini merupakan saat yang gawat bagi kaum muslimin, apalagi bagi keluarga Rasulullah ?” tanya Thalhah.

“Benar. Itu lah sebabnya kami masih menunggu orang yang bersedia menemani dan melindungi kami menuju Madinah,” jawab Ali.

“Baik. Aku bersedia. Sebentar lagi Zubair dan istrinya akan tiba. Kita akan berangkat bersama-sama !” kata Thalhah.

Tak lama kemudian, Zubair datang bersama istrinya, Asma binti Abu Bakar. Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka pun segera berangkat menuju Madinah. Menyusuri jalan-jalan yang tidak biasa dilalui oleh umum, hanya untuk menghindari kejaran orang-orang Quraisy yang bermaksud mencelakakan mereka.












Absen di Badar


Hijrahnya Rasululah dan segenap umat Islam dari Makkah ke Madinah ternyata tidak mengurangi kebencian orang-orang Makkah yang mengingkari Rasulullah. Bahkan orang-orang Makkah itu seperti merasa kehilangan kegiatan rutin mereka. Ketika orang-orang muslim masih tinggal di Makkah, mereka kerap melakukan penghinaan dan penyiksaan terhadap kaum muslimin yang miskin seperti Keluarga Yasir atau Bilal bin Rabah. Bahkan Mush’ab bin Umair, Zubair bin Awwam maupun Thalhah bin Ubaidillah yang merupakan keturunan orang terpandang di Makkah, harus mengalami hal yang sama.

Para pemuka Quraisy menyebarkan orang-orangnya untuk melakukan aksi-aksi teror untuk mengganggu aktivitas kaum muslimin. Mereka juga menyebar fitnah di kalangan penduduk Yahudi di sekitar Madinah, yang sangat merugikan citra Rasulullah dan para pengikutnya. Aksi-aksi itu pada akhirnya juga menyulut kebencian penduduk Yahudi terhadap kaum muslimin. Dan kebencian itu lah yang dimanfaatkan untuk menambah kekuatan tempur orang-orang kafir Quraisy. Mereka bersatu memerangi kaum muslimin.

Situasi itu menyebabkan kaum muslimin harus siap untuk menghadapi serangan dari orang-orang yang memusuhi mereka.

Seluruh kaum muslimin, baik Anshar maupun Muhajirin, saling bahu-membahu mempersiapkan segala kebutuhan. Masing-masing berfungsi berdasarkan kemampuan mereka. Orang-orang tua dan kaum perempuan mengumpulkan aneka bahan makanan yang akan diperlukan sebagai perbekalan. Anak-anak muda dan orang dewasa giat berlatih memanah, memainkan tombak, berpedang atau pun menunggang kuda. Semuanya sejalan dalam pemikiran, sebuah serangan tidak akan terlalu berat dirasakan apabila semua orang merasa siap menghadapi serangan itu.

Menjelang pecahnya perang Badar, Thalhah diperintah oleh Rasulullah untuk pergi ke Bushra untuk sebuah misi khusus. Ia ditemani oleh Sa’id bin Zaid. Pada waktu itu, Thalhah sudah mendengar berita tentang pergerakan pasukan Quraisy dari kota Makkah menuju Madinah. Tidak ada maksud lain kecuali untuk menyerang kaum muslimin. Dan itu menjadi alasan bagi Thalhah untuk menunda keberangkatannya ke Bushra. Ia ingin sekali berjihad memerangi para musuh Allah.

Keinginan Thalhah untuk bertahan di Madinah tidak bisa berlanjut. Misi ke Bushra dianggap Rasulullah sangat penting, dan hanya Thalhah lah orang yang tepat untuk melaksanakan misi itu. Dan hal ini memang diakuinya. Pengalaman bertahun-tahun berniaga di negeri itu, menyebabkannya tahu betul perilaku orang-orang di Bushra. Di sisi lain, kekuatan kaum muslimin di Madinah, walaupun jumlahnya belum banyak, tetapi tidak bisa diremehkan begitu saja.

Dan Rasulullah adalah panutannya. Apapun yang diperintahkan, dianggapnya sebagai hal yang terbaik baginya. Keinginan untuk berjihad di Badar terpaksa diurungkan. Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia segera berkemas, menyiapkan segala kebutuhan selama di Bushra. Bersama Sa’id, ia menemui Rasulullah untuk pamit meninggalkan kota Madinah.

“Assalaamu ‘alaikum Wahai Rasulullah,” salam Thalhah dan Sa’id di muka pintu rumah Rasulullah.

“Wa ‘alaikum salaam warahmatullahi wabarakaatuh,” sahut Rasulullah dari dalam rumahnya. Tak lama kemudian, terdengar derit pintu yang sedikit demi sedikit terbuka. Wajah Rasulullah yang cerah pun muncul di hadapan keduanya. Ketiganya pun masuk ke dalam rumah.

“Apa maksud kalian menemuiku ?” tanya Rasulullah.

“Kami ingin pamit meninggalkan Madinah dalam rangka memenuhi perintahmu untuk pergi ke Bushra. Siang ini, usai Dzuhur kami akan berangkat. Kami semua mohon do’a untuk keberhasilan misi kami,” papar Thalhah.

“Aku selalu berdo’a untuk keberhasilan dan keselamatan kalian. Jangan terlalu memikirkan serangan dari orang-orang Quraisy. Insya Allah kami akan berhasil mengatasi serangan mereka. Berkonsentrasi lah pada tugas-tugas kalian. Aku berharap kalian bisa kembali ke Madinah dengan keberhasilan,” kata Rasulullah.

“Kami tidak ingin berlama-lama. Perjalanan ke Bushra cukup jauh. Sekarang kami mohon pamit. Sekali lagi, do’akan kami,” kata Thalhah sambil berdiri. Sa’id mengikutinya.

“Baiklah. Do’akan juga kami yang tinggal di Madinah. Semoga kita semua selalu dalam perlindungan Allah. Insya Allah kita akan bertemu lagi suatu saat nanti,” kata Rasulullah sambil berdiri. Dipeluknya Thalhah dan Sa’id secara bergantian. Setelah itu, keduanya pun pergi meninggalkan kediaman Rasulullah.

* * * * *

Perang Badar sudah usai. Kaum muslimin memperoleh kemenangan yang gilang gemilang, walaupun kekuatannya hanya sepertiga dari jumlah pasukan Quraisy. Sebagian sahabat syahid di medan Badar, sebagian lagi kembali ke Madinah dengan berbagai luka menghiasi sekujur tubuhnya.

Bersamaan dengan kembalinya pasukan kaum muslimin ke Madinah, Thalhah dan seluruh anggota rombongannya pun kembali dari Bushra. Mereka pulang dengan wajah yang berseri-seri. Misi yang mereka jalankan berhasil dengan baik.

Keceriaan Thalhah dan kawan-kawannya seketika berubah menjadi kesedihan, begitu mereka berpapasan dengan pasukan yang baru pulang dari medan Badar. Padahal mereka yang tergabung dalam pasukan itu pulang dengan pakaian yang compang-camping dan badan penuh luka karena sabetan pedang dan tusukan anak panah.

Thalhah, dan anggota rombongan ke Bushra lainnya, sebenarnya iri melihat kawan-kawan mereka yang tergabung dalam pasukan perang Badar. Mereka rindu berjihad membela panji-panji kebesaran Allah. Tugas dari Rasulullah menyebabkan mereka absen di Badar.

Kesedihan Thalhah dan kawan-kawannya diketahui Rasulullah, yang dengan segera menghibur mereka. Hal itu diutarakan Rasulullah ketika mereka berkunjung ke rumah Rasulullah untuk melaporkan keberhasilan misi mereka.

“Ku dengar kabar keberhasilan misimu, wahai Thalhah. Aku sangat bergembira sekali. Mudah-mudahan apa yang sudah kalian capai bisa menjadi dasar bagi hubungan perdagangan kita dengan Bushra,” kata Rasulullah.

“Alhamdulillah. Allah telah melancarkan seluruh misi kami untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan Bushra. Kami telah berhasil membuat beberapa kesepakatan dagang yang saling menguntungkan bagi kita dan juga bagi masyarakat Bushra,” kata Thalhah.

“Kami juga turut bergembira dengan kemenangan pasukan kita dalam perang Badar. Cuma kami agak kecewa, karena kami tidak bisa ikut dalam pasukan itu,” kata Thalhah.

“Beberapa kawan seperjuangan harus syahid di Badar. Mereka bisa menghadap Allah dengan wajah berseri-seri. Oh. Betapa bahagianya mereka,” lanjut Thalhah.

“Jangan khawatir Thalhah. Apa yang sudah kalian lakukan di Bushra, sama pahalanya dengan apa yang dikerjakan saudara-saudara kita di medan Badar. Bahkan kalian pun sebenarnya berhak atas harta rampasan perang Badar,” kata Rasulullah.

“Kami tidak iri sedikit pun seandainya kami tidak mendapat bagian dari harta itu. Yang membuat kami iri, para syuhada itu secara langsung mendapat ganjaran surga,” jawab Thalhah.

“Jika itu yang kalian inginkan, ketahui lah. Keikhlasan kalian semua membela panji-panji kebesaran Allah, insya Allah akan dibalas dengan surgaNya.,” kata Rasulullah. Kata-kata itu berhasil menentramkan rasa gundah di hati Thalhah dan kawan-kawannya. Akhirnya mereka pun pulang ke rumah masing-masing dengan hati gembira.

* * * * *

bersambung..
crita selanjutnya, Thalhah di perang Uhud

Sabtu, 01 November 2008

Sejarah nama-nama daerah di Jakarta

Dari milis KHI,

Sejarah Asal Mula Nama Daerah Glodok, Kwitang & Menteng, dan Senayan Jakarta

Kota Jakarta adalah jantung ibukota dari negara Republik Indonesia di mana pusat perekonomian beserta berjuta permasalahannya ada di kota kecil padat penduduk ini. Di balik nama beberapa daerah di Jakarta tersimpan kisah, cerita dan sejarah dari mana nama itu muncul.
Berikut di bawah ini adalah beberapa asal-muasal nama daerah terkenal di DKI Jakarta :


A. Glodok
Asalnya dari kata grojok yang merupakan sebutan dari bunyi air yang jatuh dari pancuran air. Di tempat itu dahulu kala ada semacam waduk penampungan air kali ciliwung. Orang tionghoa dan keturunan tionghoa menyebut grojok sebagai glodok karena orang tionghoa sulit mengucap kata grojok seperti layaknya orang pribumi.


B. Kwitang
Dulu di wilayah tersebut sebagian tanah dikuasai dan dimiliki oleh tuan tanah yang sangat kaya raya sekali bernama Kwik Tang Kiam. Orang Betawi jaman dulu menyebut daerah itu sebagai kampung si kwi tang dan akhirnya lama-lama tempat tersebut dinamai kwitang.


C. Senayan
Dulu daerah senayan adalah milik seseorang yang bernama wangsanaya yang berasal dari Bali. Tanah tersebut disebut orang-orang dengan sebutan wangsanayan yang berarti tanah tempat tinggal atan tanah milik wangsanaya. Lambat laun akhirnya orang menyingkat nama wangsanayan menjadi senayan.


D. Menteng
Daerah Menteng Jakarta Pusat pada zaman dahulu kala merupakan hutan yang banyak pohon buah-buahan. Karena banyak pohon buah menteng orang menyebut wilayah tersebut dengan nama kampung menteng. Setelah tanah itu dibeli oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1912 sebagai lokasi perumahan pegawai pemerintah Hindia Belanda maka daerah itu disebut menteng.



Adalagi....



1. Karet Tengsin



Nama daerah yang kini termasuk kawasan segitiga emas kuningan ini berasal dari nama orang cina yang kaya raya dan baik hati. Orang itu bernama Tan Teng Sien. Karena baik hati dan selalu memberi bantuan kepada orang-orang sekitar kampung, maka Teng Sien cepat dikenal oleh masyarakat sekitar dan selalu menyebut daerah itu sebagai daerah Teng Sien. Karena pada waktu itu banyak pohon karet, maka daerah itu dikenal dengan nama Karet Tengsin.




2. Kebayoran



Kebayoran berasal dari kata kebayuran, yang artinya "tempat penimbunan kayu bayur". Kayu bayur yang sangat baik untuk dijadikan kayu bangunan karena kekuatanya serta tahan terhadap rayap.



3. Lebak Bulus



Daerah yang terkenal dengan stadion dan terminalnya diambil dari kata "lebak" yang artinya lembah dan "bulus" yang berarti kura-kura. Jadi lebak bulus dapat disamakan dengan lembah kura-kura. Kawasan ini memang kontur tanahnya tidak rata seperti lembah dan di kali Grogol dan kali Pesanggrahan-dua kali yang mengalir di daerah tersebut-memang terdapat banyak sekali kura-kura alias bulus.



4. Kebagusan



Nama kebagusan-daerah yang menjadi tempat hunian mantan presiden megawati-berasal dari nama seorang gadis jelita, Tubagus Letak Lenang. Konon, kecantikan gadis keturunan kesultanan banten ini membuat banyak pemuda ingin meminangnya. Agar tidak mengecewakan hati pemuda itu,ia akhirnya memilih bunuh diri. Sampai sekarang makam itu masih ada dan dikenal dengan nama ibu Bagus.



5. Ragunan



Berasal dari Wiraguna, yaitu gelaran yang di sandang tuan tanah pertama kawasan tersebut berna Hendrik Lucaasz Cardeel, yang diperolhnya dari sultan banten Abunasar Abdul Qahar, putra Sultan Ageng Tirtayasa.



6. Pasar Rumput



Dulu, tempat ini merupakan tempat berkumpulnya para pedagang pribumi yang menjual rumput. Para pedagang rumput terpaksa mangkal dilokasi ini karena mereka tidak diperbolehkan masuk ke permukiman elit menteng. Saat itu, sado adalah sarana transportasi bagi orang-orang kaya sehingga hampir sebagian besar penduduk menteng memelihara kuda.



7. Paal Meriam



Asal usul nama daerah yang berada diperempatan Matraman dengan jatinegara ini berasal dari suatu peristiwa sejarah yang terjadi sekitar tahun 1813. Pada waktu itu pasukan artileri meriam inggris yang akan menyerang batavia, mengambil daerah itu untuk meletakan meriam yang sudah siap ditembakan. Peristiwa tersebut sangat mengesankan bagi masyarakay sekitar dan menyebut nama daerah ini paal meriam (tempat meriam disiapkan)



8. Cawang



Duku, ketika belanda berkuasa, ada seorang letnan melayu yang mengabdi pada kompeni, bernama Ende Awang. Letnan ini bersama anak buahnya bermukim di kawasan yang tak jauh dari jatinegara. Lama kelamaan sebutan Ence Awang berubah menjadi Cawang.



9. Pondok Gede



Sekitar Tahun1775, Lokasi ini merupakan lahan pertanian dan peternakan yang disebut dengan onderneming. Di sana terdapat sebuah rumah yang sangat besar milik tuan tanah yang bernama Johannes Hoojiman. Karena Merupakan satu-satunya bangunan besar yang ada dilokasi tersebut, banguna itu sangat terkenal. Masyarakat pribumi pun menjulukinya "Pondok Gede"



10. Condet Batu Ampar dan Balekambang



Pada jaman dahulu ada sepasang suami istri, namanya pangeran geger dan nyai polong, memiliki beberapa orang anak. Salah satu anaknya, perempuan, di beri nama Siti Maemunah, terkenal sangat cantik. Pangeran Astawana, anak pangeran Tenggara atau Tonggara asal makassar pun tertarik melamarnya.



Siti Maemunah meminta dibangunkan sebuah rumah dan tempat peristirahatan diatas empang, dekat kali ciliwung, yang harus selesai dalam satu malam. Permintaan itu disanggupi dan menurut legenda, esok harinya sudah tersedia rumah dan sebuah bale disebuah empang dipinggir kali ciliwung. Untuk menghubungkan rumah itu dengan kediaman keluarga pangeran tenggara , dibuat jalan yang diampari (dilapisi) Batu.



Demikian menurut cerita, tempat yang dilalui jalan yang diampari batu itu selanjutnya disebut batu ampar, dan bale (balai) peristirahatan yang seolah-olah mengambang di atas air itu di sebut Balekambang.



Buncit : dulunya di jalan buncit raya sekarang ada pedagang kelontong China berperut gendut (Buncit) yg terkenal.



Bangka : dulunya disana banyak ditemukan mayat (bangke/bangkai) orang yg dibuang di kali krukut.



Cilandak : konon di sana pernah ditemukan seekor landak raksasa



Tegal Parang : di sana banyak ditemukan alang2 tinggi (tegalan) yg di potong dgn parang(golok).



Blok A/M/S : dulunya sekitar situ tempat pembukaan perumahan baru yg ditandai dgn blok, mulai A-S. Sayang yg tersisa tinggal 3 blok doang.



Kampung Ambon.

Berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, nama Kampung
Ambon sudah ada sejak tahun 1619. Pada waktu itu JP Coen sebagai
Gubernur Jenderal VOC menghadapi persaingan dagang dengan Inggris.
Untuk memperkuat angkatan perang VOC, Coen pergi ke Ambon lalu
merekrut masyarakat Ambon untuk dijadikan tentara. Pasukan dari
Ambon yang dibawa Coen itu kemudian diberikan pemukiman di daerah
Rawamangun, Jakarta Timur. Sejak itulah pemukiman tersebut dinamakan
Kampung Ambon.



Sunda Kelapa.

Sunda Kelapa merupakan sebutan sebuah pelabuhan di
teluk Jakarta. Nama kelapa diambil dari berita yang terdapat dalam
tulisan perjalanan Tome Pires pada tahun 1513 yang berjudul Suma
Oriental. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa nama pelabuhan itu
adalah Kelapa. Karena pada waktu itu wilayah ini berada di bawah
kekuasaan kerajaan Sunda maka kemudian pelabuhan ini disebut Sunda
Kelapa.



Pondok Gede.

Sekitar tahun 1775 daerah Pondok Gede merupakan lahan
pertanian dan peternakan yang disebut onderneming. Di daerah
pertanian dan peternakan milik tuan tanah bernama Johannes Hoojman
yang kaya raya itu terdapat sebuah Landhuis, atau rumah besar tempat
tinggal dan sekaligus tempat pengurus usaha pertanian dan
peternakan. Karena besarnya bangunan Landhuis itu, masyarakat
pribumi sering menyebutnya Pondok Gede.



Pasar Senen.

Pasar Senen pertama kali dibangun oleh Justinus Vinck.
Orang-orang Belanda menyebut pasar ini dengan sebutan Vinckpasser
(pasar Vinck). Tetapi karena hari pada awalnya Vinckpasser dibuka
hanya pada hari Senin, maka pasar itu disebut juga Pasar Senen
(disesuaikan dengan kebiasaan orang-orang yang lebih sering menyebut
Senen ketimbang Senin). Namun seiring kemajuan dan pasar Senen
semakin ramai, maka sejak tahun l766 pasar ini pun buka pada hari-
hari lain.



Taman Anggrek berawal dr keinginan bu Tien untuk mengambil kebon anggrek milik juragan tanah sunda bernama Rasman, yg di kenal orang2 skitar dgn nama H. Rasman karna dia memiliki tanah ber-hektar2 di Cipete. Jadi bu Tien mengambil bunga2 anggrek tersebut dgn niat membeli (tapi namun tidak di bayar) yg akhirnya di pindahkan ke daerah jakarta barat situh yg skrg jd Mall Taman Anggrek.



Kmudian di pindahkhan lagi ke yg skrg smua orang ketahui ada di Taman Mini Indonesia Indah.



Walopun bunga2 anggreknya dah gak ada, namun Jl Kebon Anggrek masih ada jg sampe skrg. Lokasinya di cipete (sbrang SMA Cendrawasih)





Grogol.

Grogol berasal dari bahasa Sunda (g a r o g o l) yang artinya perangkap terdiri dari tombak-tombak yang digunakan untuk menangkap hewan liar yang banyak terdapat di hutan. Nama Garogol dipasang sebagai nama sebuah desa di Limo Depok.



Dahulu kawasan ini memang masih hutan liwang-liwung yang kata pak dalang "jalma mara-jalma mati" alias menyeramkan. Sudah barang tentu di kawasan ini banyak terdapat hewan liar dan buas sehingga penduduk setempat memburunya dengan memasang perangkap (garogol). Hewan yang masuk ke perangkap mirip ciptaan "geek" alias soldadu Vietnam dijamin akan mati tertembus ujung tombak yang menganga didasar lubang. Tapi belum jelas apakah jaman dulu ada keresahan masyarakat bahwa kambing mereka pada tewas karena darahnya dihisap oleh "mahluk misterius" yang sekarang kian marak di Depok.



Konsekwensinya kali yang melewati desa ini juga dinamai kali Garogol. Penduduk Betawi yang main gampang saja, setiap ada desa dilalui kali ini langsung di beri stempel desa Grogol, kampung Grogol.



Repotnya pada peta keluaran tahun 1903, ada kampung bernama Grogol di kawasan Pal Merah. Dari Pal Merah, kali Grogol meliwati Taman Anggrek untuk menuju ke kawasan Pluit (jalan Latumeten) dan tiba pada satu daerah yang kini disebut Grogol- Negeri Tanah Tumpah Darah Anak Beta. Kalau yang memberi nama orang jaman sekarang bisa-bisa namanya "Grogol Perjuangan."



Pada 1928, sebagian Kali Grogol diuruk oleh Kumpeni. Pasalnya volume air yang mengalir di banding kapasitas kali sering tidak memadai. Dan ini bisa mengancam kehidupan kastil sehingga harus dialirkan keluar kawasan kastil.



Pada 1950-an kawasan Grogol menjadi populer. Karena tercatat terlanggar banjir bandang yang merendam kelurahan ini. Untuk pengendalian banjir di bangun pula waduk Grogol yang letaknya di jalan dr. Semeru (Sumeru) sekarang ini. Di tengah waduk ada air muncrat yang memang agak indah tetapi meresahkan masyarakat. Pasalnya air yang muncrat tadi kualitasnya kurang bagus sering ketika butiran air yang menjulang tinggi lalu di tiup angin pantai, maka banyak baju penduduk yang sedang dijemur tiba-tiba saja diberi tambahan noda kuning dan berbau got. Bertepatan dengan alat pompa yang sering ngadat, maka pemandangan air muncrat sudah nyaris tidak dipertunjukkan.



Soal nama jalan juga unik. Nama jalan disini mengambil nama pahlawan seperti Latumeten, Sumeru, Mawardi, Susilo. Semeru adalah nama dari Dokter Sumeru salah satu tokoh pejuang bangsa Indonesia, disamping nama Dokter Mawardi, Dr. Susilo. Lalu lidah Jawa mulai mengubahnya menjadi Semeru dan seperti keahlian bangsa ini, nama inipun di utak-atik lagi sehingga menjadi suatu statement bahwa S(u)meru adalah nama Gunung. Nama dokter Mawardi cuma kepleset sedikit menjadi dr. Muwardi.



Banyak surat pos datang kepada saya dengan alamat Jalan Gunung Semeru, Grogol (dulu). Untung saja pak pos paham akan kesalahan dimana lokasi daerah dengan Kode Pos 11400 (ini pentingnya menulis Kode Pos dalam setiap surat, kalau terjadi kebingungan nama bisa merujuk ke kode pos).



Tahun 1960, Grogol menjadi ngetop lagi sekalipun rada minir, sebab disana di bangun Rumah Sakit Jiwa sehingga konotasi "dasar Orang Grogol" sering berarti orang yang kurang satu strip lantaran kabel hijau (masa) di otaknya ada yang lepas.



Pada 1970, nama Grogol kembali menjadi buah bibir pembicaraan orang karena dibangun Terminal Bis yang besar di sana. Belakangan terminal yang sangat ramai ini di pindahkan ke KaliDeres yang bisnya sering menyingkat plang trayek sebagai "X-deres". Sekali tempo ada orang mendapat kecelakaan dijalan raya sehingga napasnya sudah tinggal satu-satu saat dibawa ke RS Sumber Waras. Karena tidak ada keluarga yang menunggunya, seorang suster membisikkan kata "nyebut Bang" - sebuah tradisi untuk melafalkan nama Tuhan ketika seseorang dalam keadaan koma. Si abang nampaknya mengerti, mulutnya lirih menyebut sesuatu sebelum meninggal "g a r o g o l, g a r o g o l" - Kernet bis rupanya dia.



Utan Kayu
dulunya memang berbentuk hutan disamping basis prajurit Mataram mau menyerang Batavia. Hutan ini sumber kayu dari perumahan-perumahan maupun perkampungan para pengepung batavia maupun benteng belanda jaman dulu. Saking lebatnya hutan ini yang disertai rawa-rawa kemudian saat pembangunan daerah ini, mulai disebut Hutan Kayu yang kemudian dipersingkat menjadi Utan Kayu. Sisa kejayaan dari hutan ini masih dirasakan hingga saat ini dimana kawasan ini masih cukup hijau dan sejuk meski bukan termasuk dalam kawasan mewah seperti halnya Menteng.



Rawamangun
Melanjutkan cerita mengenai Utan Kayu, hutan yang sangat lebat disertai yang didalamnya terdapat banyak rawa-rawa yang kemudian setelah masa perang dengan mataram selesai dan perluasan kota batavia, mulai diterabas untuk pembangunan wilayah perumahan. Struktur tanah yang sifatnya rawa-rawa asalnya, membuat banyak pembangunan yang menggunakan pondasi ekstra dalam untuk wilayah ini, dan seperti halnya sifat rawa-rawa yang selalu berada ditengah hutan dan mirip halnya daerah Utan Kayu, Rawamangun juga masih relatif lebih hijau.



Hek
Tempat yang terletak antara Kantor Kecamatan Kramatjati dan kantor Polisi Resor Kramatjati, sekitar persimpangan dari jalan Raya Bogor ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) terus ke Pondokgede, dikenal dengan nama Hek.



Rupanya, nama tersebut berasal dari bahasa Belanda. Menurut Kamus Umum Bahasa Belanda – Indonesia (Wojowasito 1978:269), kata hek berarti pagar. Tetapi menurut Verklarend Handwoordenboek der Nederlandse Taal (Koenen- Endpols, 1946:388), kata hek dapat juga berarti pintu pagar ("..raam-of traliewerk…"). Dari seorang penduduk setempat yang sudah berumur lanjut, diperoleh keterangan, bahwa di tempat itu dahulu memang ada pintu pagar, terbuat dari kayu bulat, ujung – ujungnya diruncingkan, berengsel besi besar – besar, bercat hitam. Pintu itu digunakan sebagai jalan keluar – masuk kompleks peternakan sapi, yang sekelilingnya berpagar kayu bulat. Kompleks peternakan sapi itu dewasa ini menjadi kompleks Pemadam Kebakaran dan Kompleks polisi Resort Keramatjati. Sampai tahun tujuh puluhan kompleks tersebut masih biasa disebut budreh, ucapan penduduk umum untuk kata boerderij, yang berarti kompleks pertanian dan atau peternakan.



Kompleks peternakan tersebut merupakan salah satu bagian dari Tanah Partikelir Tanjoeng Oost, yang pada masa sebelum Perang Dunia Kedua terkenal akan hasil peternakannya, terutama susu segar untuk konsumsi orang – orang Belanda di Batavia. (Sumber: De Haan 1935: Van Diesen 1989).







Jalan Cengkeh
Jalan Cengkeh terletak di Kota Tua Jakarta sebelah utara Kantor Pos, di samping sebelah timur Pasar Pisang.



Dahulu jaman penjajahan Belanda, Jalan itu bernama Princenstraat, tetapi umum juga disebut Jalan Batutumbuh, mungkin karena disana terdapat batu bertulis. Kawasan sekitar batu prasasti Purnawarman, di Tugu juga biasa disebut Kampung Batutumbuh.



Pada tahun 1918, di dekat tikungan Jalan Cengkeh ke Jalan Kalibesar Timur, yang waktu itu bernama Groenestraat, ditemukan batu bertulis peninggalan orang – orang Portugis, yang biasa disebut padrao. Padrao itu dipancangkan oleh orang – orang Portugis, menandai tempat akan dibangun sebuah benteng, sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara Raja Sunda dengan perutusan Portugis yang dipimpin oleh Henriquez de Lemme, yang menurut Sukamto ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522. Batu bertulis itu diberi ukiran berupa lencana. Raja Immanuel. Rupanya de Leme beserta rombongannya belum mengetahui bahwa raja Portugal tersebut telah meninggal tanggal 31 Desember 1521.



Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa Portugis akan mendirikan benteng di Banten dan Kalapa. Untuk itu tiap kapal Portugis yang datang akan diberi muatan lada yang harus ditukar dengan barang – barang keperluan yang diminta oleh pihak Sunda. Mulai saat benteng dibangun pihak Sunda akan menyerahkan 1.000 karung lada tiap tahun untuk ditukarkan dengan barang – barang yang dibutuhkan (Sumber: Hageman 1867: Soekamto 1956: Danasasmita 1983)







Japat
Japat terletak di sebelah tenggara Pelabuhan Sunda Kalapa, termasuk wilayah Kelurahan Ancol Utara, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.



Nama kawasan tersebut berasal dari kata jaagpad. Ada yang mengatakan, kata jaagpad berarti "Jalan setapak yang biasa digunakan untuk berburu" . Katanya jaag, dari jagen, artinya "berburu" Pad, artinya "jalan setapak" padahal, kata jaagpad tidak ada sangkut pautnya dengan berburu, melainkan sebuah istilah dalam pelayaran perahu. Pada alur sungai atau terusan yang dangkal, perahu yang melaluinya baru dapat bergerak maju, kalo ditarik. Pada jaman Kompeni Belanda, bahkan beberapa dasawarsa sebelum pelabuhan Tanjungpriuk dibuat, kapal – kapal (layar) yang cukup besar bila berlabuh dipelabuhan Batavia, yang sekarang menjadi Pelabuhan Sunda Kalapa, tidak merapat seperti sekarang, melainkan biasa membuang sauh masih jauh dilaut lepas. Pengangkutan orang dan barang dari kapal biasa dilakukan dengan perahu. Untuk mempermudah pendaratan, di sebelah rimur Pelabuhan Sunda Kalapa sekarang dibuat terusan khusus untuk perahu – perahu pendarat. Terutama di musim hujan, terusan tersebut biasa menjadi dangkal, dipenuhi lumpur dari darat bercampur pasir dari laut sehingga perahu kecil pun sulit melewatinya. Apalagi perahu besar, berlunas lebar, sarat muatan, agar bisa bergerak maju harus dihela beberapa kuda atau sejumlah orang yang berjalan di depan perahu, sebelah kiri dan kanan terusan.



Terusan tersebut diuruk pada abad ke- 19, sehingga sekarang sulit untuk melacaknya. Yang tersisa hanya sebutannya jaagpad yang berubah menjadi japat, sebagai nama dari kawasan tersebut.







Jatinegara
Jatinegara dewasa ini menjadi nama sebuah Kecamatan. Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur, salah satu pusat Kota Jakarta yang multipusat itu.



Nama Jatinehara baru muncul pada kawasan tersebut, sejak tahun 1942, yaitu pada awal masa pemerintahan pendudukan balatentara Jepang di Indonesia, sebagai pengganti nama Meester Cornelis yang berbau Belanda.



Sebutan Meester Cornelis mulai muncul ke pentas sejarah Kota Jakarta pada pertengahan abad ke-17, dengan diberikannya izin pembukaan hutan dikawasan itu kepada Cornelis Senen adalah seorang guru agama Kristen, berasal dari Lontor, pulau Banda. Setelah tanah tumpah – darahnya dikuasai sepenuhnya oleh kompeni, pada tahun 1621 Senen mulai bermukim di Batavia, ditempatkan di kampung Bandan. Dengan tekun ia mempelajari agama Kristen sehingga kemudian mampu mengajarkannya kepada kaum sesukunya. Dia dikenal mampu berkhotbah baik dalam bahasa Melayu maupun dalam bahasa Portugis (kreol) Sebagai guru, ia biasa dipanggil mester, yang berarti "tuan guru". Hutan yang dibukanya juga dikenal dengan sebutan Mester Cornelis, yang oleh orang – orang pribumi biasa disingkat menjadi Mester. Bahkan sampai dewasa ini nama itu nampaknya masih umum digunakan oleh penduduk Jakarta, termasuk oleh para pengemudi angkot (angkutan kota).



Kawasan hutan yang dibuka oleh Mester Cornelis Senen itu lambat laun berkembang menjadi satelit Kota Batavia. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah oleh Pemerintah Hindia Belanda dibentuklah Pemerintahan Gemeente (kotapraja) Meester Cornelis, bersamaan dengan dibentuknya Gemeente Batavia. Kemudian, mulai tanggal 1 Januari 1936 Gemeente Meester Cornelis digabungkan dengan Gemeente Batavia.



Disamping kedudukannya sebagai gemeente, pada tahun 1924 Meester Cornelis dijadikan nama kabupaten, Kabupaten Meester Cornelis, yang terbagi menjadi 4 kewedanaan, yaitu Kewedanaan Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi, dan Cikarang (Kolonial Tidschrifft, Maart 1933:1).



Pada jaman Jepang pemerintah pendudukan jepang, nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara, bersetatus sebagai sebuah Siku, setingkat kewedanaan, bersama – sama dengan Penjaringan, Manggabesar, Tanjungpriuk, Tanahabang, Gambir, dan Pasar Senen.



Ketika secara administrative Jakarta ditetapkan sebagai Kotapraja Jakarta Raya, Jatinegara tidak lagi menjadi kewedanaan, karena kewedanaan dipindahkan ke Matraman, dengan sebutan Kewedanaan Matraman. Jatinegara menjadi salah satu wilayah Kecamatan Pulogadung, Kewedanaan Matraman (The Liang Gie 1958:144)







Jatinegara Kaum
Jatinegara Kaum dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung, Kotamadya Jakarta Timur. Disebut Jatinegara Kaum, karena di sana terdapat kaum, dalam hal ini rupanya kata kaum diambil dari bahasa Sunda, yang berarti "tempat timggal penghulu agama beserta bawahannya" (Satjadibrata, 1949:149). Sampai tahun tigapuluh abad yang lalu, penduduk Jatinegara Kaum umumnya berbahasa Sunda (Tideman 1933:10).



Dahulu Jatinegara Kaum merupakan bagian dari kawasan Jatinegara yang meliputi hamper seluruh wilayah Kecamatan Pulogadung sekarang. Bahkan di wilayah Kecamatan Cakung sekarang, terdapat sebuah kelurahan yang bernama Jatinegara, yaitu Kelurahan Jatinegara.



Dari mana asal nama Jatinegara serta kapan kawasan tersebut bernama demikian, belum dapat dinyatakan dengan pasti. Yang jelas nama kawasan tersebut baru disebut – sebut pada tahun 1665 dalam catatan harian (Dagh Register) Kastil Batavia, waktu diserahkan kepada Pangeran Purbaya beserta para pengikutnya. Pangeran Purbaya adalah salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Banten yang digulingkan dari tahtanya oleh putranya sendiri, Sultan Haji, dengan bantuan kompeni Belanda pada tahun 1682. Setelah tertawan, Pangeran Purbaya beserta saudara – saudaranya yang lain, seperti Pangeran Sake dan Pangeran Sangiang, ditempatkan di dalam benteng Batavia. Kemudian , ditugaskan untuk memimpin para pengikutnya, yang ditempatkan dibeberapa tempat, seperti Kebantenan, Jatinegara, Cikeas, Citeurep, Ciluwar, dan Cikalong.



Orang – orang Banten yang bermukim di Jatinegara, awalnya dipimpin oleh Pangeran Sangiang. Karena dianggap terlibat dalam pemberontakan Kapten Jonker, kekuasaan Pangeran Sangiang di Jatinegara ditarik kembali, dan pada tahun 1680 diserahkan kepada Kiai Aria Surawinata, mantan bupati Sampora, kesultanan Banten (T.B.G. XXX:138) yang setelah menyerah kepada kompeni diangkat menjadi Letnan, di bawah Pangeran Sangiang. Sampai tahun 1689.Surawinata masih bermukim di Luarbatang . Setelah Kiai Aria Surawinata wafat, berdasarkan putusan Pimpinan Kompeni Belanda di Batavia tertanggal 27 Oktober 1699, sebagai penggantinya adalah putranya, Mas Muhammad yang Panca wafat, sebagai penggantinya ditunjuk salah seorang putranya, Mas Ahmad. Pada waktu para bupati Kompeni diwajibkan untuk menanam kopi di wilayahnya masing – masing, penyerahan hasil pertanian itu dari tahun 1721 sampai dengan tahun 1723. tercatat atas nama Mas Panca. Baru pada tahun 1724 tercatat atas nama Mas Ahmad. Pada tahun 1740 rupanya Mas Ahmad masih menjadi bupati Jatinegara atas nama Mas Ahmad berjumlah 2.372,5 pikul, kurang lebih 14.650 kg.







Kebantenan
Kawasan Kebantenan, atau kebantenan, dewasa ini termasuk wilayah Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara.



Dikenal dengan sebutan Kebantenan, karena kawasan itu sejak tahun 1685 dijadikan salah satu tempat pemukiman orang – orang Banten, dibawah pimpinan Pangeran Purbaya, salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa. Tentang keberadaan orang – orang Banten dikawasan tersebut, sekilas dapat diterangkan sebagai berikut.



Setelah Sultan Haji (Abu Nasir Abdul Qohar ) mendapat bantuan kompeni yang antara lain melibatkan Kapten Jonker, Sultan Ageng Tirtayasa terdesak, sampai terpaksa meninggalkan Banten, bersama keluarga dan abdi – abdinya yang masih setia kepadanya. Mereka berpencar, tetapi kemudian terpaksa mereka menyerahkan diri, Sultan Ageng di sekitar Ciampea, Pangeran Purbaya di Cikalong kepada Letnan Untung (Untung Surapati).



Di Batavia awalnya mereka ditempatkan didalam lingkungan benteng. Kemudian Pangeran Purbaya beserta keluarga dan abdi – abdinya diberi tempat pemukiman, yaitu di Kebantenan, Jatinegara, Condet, Citeureup, dan Cikalong.



Karena dituduh terlibat dalam gerakan Kapten Jonker, Pangeran Purbaya dan adiknya. Pangeran Sake, pada tanggal 4 Mei 1716 diberangkatkan ke Srilangka, sebagai orang buangan. Baru pada tahun 1730 kedua kakak beradik itu diizinkan kembali ke Batavia. Pangeran Purbaya meninggal dunia di Batavia tanggal 18 Maret 1732.



Perlu dikemukakan, bahwa disamping Kabantenan di Jakarta Utara itu, ada pula Kabantenan yang terletak antara Cikeas dengan Kali Sunter, sebelah tenggara Jatinegara, atau sebelah barat daya Kota Bekasi. Di salah satu rumah tempat kediaman Pangeran Purbaya yang berada di barat daya Bekasi itu ditemukan lima buah prasasti berhuruf Sunda kuno, peninggalan jaman kerajaan Sunda, yang ternyata dapat sedikit membuka tabir kegelapan sejarah Jawa Barat.







Kampung Ambon
Merupakan penyebutan nama tempat yang ada di Rawamangun, Jakarta Timur. Nama ini sudah ada sejak tahun 1619. Pada waktu itu JP. Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC menghadapi persaingan dagang dengan Inggris. Untuk memperkuat angkatan perang VOC, Coen pergi ke Ambon mencari bantuan dengan menambah pasukan dari masyarakat Ambon. Pasukan Ambon yang dibawa Coen dimukimkan orang Ambon itu lalu kita kenal sebagai kampung Ambon, terletak di daerah Rawamangun, Jakarta Timur.




Kampung Bali
Di wilayah Propinsi DKI Jakarta terdapat beberapa kampung yang menyandang nama Kampung Bali, karena pada abad ketujuhbelas atau kedelapanbelas dijadikan pemukiman orang – orang Bali, yang masing – masing dipimpin kelompok etnisnya. Untuk membedakan satu sama lainnya, dewasa ini biasa dilengkapi dengan nama kawasan tertentu yang berdekatan, yang cukup banyak dikenal. Seperti Kampung Bali dekat Jatinegara yang dulu bernama Meester Corornelis, disebut Balimester, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur.



Balimester tercatat sebagai perkampungan orang – orang Bali sejak tahun 1667.



Kampung Bali Krukut, terletak di sebelah barat Jalan Gajahmada sekarang yang dahulu bernama Molenvliet West. Di sebelah selatan, perkampungan itu berbatasan dengan tanah milik Gubernur Reineir de Klerk (1777 – 1780), dimana dibangun sebuah gedung peristirahatan, yang dewasa ini dijadikan Gedung Arsip Nasional.



Kampung Bali Angke sekarang menjadi kelurahan Angke, Kecamatan Tambora Jakarta Barat. Disana terdapat sebuah masjid tua, yang menurut prasasti yang terdapat di dalamnya, dibangun pada 25 Sya'ban 1174 atau 2 April 1761. Dihalaman depan masjid itu terdapat kuburan antara lain makam Pangeran Syarif Hamid dari Pontianak yang riwayat hidupnya ditulis di Koran Javabode tanggal 17 Juli 1858. Dewasa ini mesjid tersebut biasa disebut Masjid Al- Anwar atau Masjid Angke.



Pada tahun 1709 di kawasan itu mulai pula bermukim orang – orang Bali di bawah pimpinan Gusti Ketut Badulu, yang pemukimannya berseberangan dengan pemukiman orang – orang Bugis di sebelah utara Bacherachtsgrach, atau Jalan Pangeran Tubagus Angke sekarang . Perkumpulan itu dahulu dikenal dengan sebutan Kampung Gusti (Bahan: De Haan 1935,(I), (II):Van Diesen 1989).







Kampung Bandan
Merupakan penyebutan nama Kampung yang berada dekat pelabuhan Sunda Kelapa atau masih dalam Kawasan Kota Lama Jakarta (Batavia) Berdasarkan informasi yang dapat dikumpulkan terdapat beberapa versi asal – usul nama Kampung Bandan.



1-Bandan berasal dari kata Banda yang berarti nama pulau yang ada di daerah Maluku. Kemungkinan besar pada masa lalu ( periode kota Batavia) daerah ini pernah dihuni oleh masyarakat yang berasal dari Banda. Penyebutan ini sangatlah lazim karena untuk kasus lain ada kemiripannya, seperti penyebutan nama kampung Cina disebut Pecinan. Tempat memungut pajak atau cukai (bea) disebut Pabean dan Pekojan sebagai perkampungan orang Koja (arab), dan lain – lain.



2-Banda berasal dari kata Banda ( bahasa Jawa) yang berarti ikatan Kata Banda dengan tambahan awalan di (dibanda) mempunyai arti pasif yaitu diikat. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya peristiwa yang sering dilihat masyarakat pada periode Jepang, yaitu pasukan Jepang membaw pemberontak dengan tangan terikat melewati kampung ini menuju Ancol untuk dilakukan eksekusi bagi pemberontak tersebut.



3-Banda merupakan perubahan ucapan dari kataPandan. Pada masa lalu di kampung ini banyak tumbuh pohon, sehingga masyarakat menyebutnya dengan nama Kampung Pandan.

Rabu, 29 Oktober 2008

Indonesia doesnt need d world, but d world need Indonesia

Suatu pagi di bandar lampung, menjemput seseorang di bandara. Orang itu sudah tua, kisaran 60 tahun. Sebut saja si bapak.

Si bapak adalah pengusaha asal singapura, dengan logat bicara gaya melayu, english, (atau singlish?) beliau menceritakan pengalaman2 hidupnya kepada kami yang masih muda. Mulai dari pengalaman bisnis, spiritual, keluarga, bahkan percintaan hehehe..

"Your country is so rich!"

Ah biasa banget kan denger kata2 begitu. Tapi tunggu dulu..

"Indonesia doesnt need d world, but d world need Indonesia"
"Everything can be found here in Indonesia, u dont need d world"
"Mudah saja, Indonesia paru2 dunia. Tebang saja hutan di Kalimantan, dunia pasti kiamat. Dunia yang butuh Indonesia!"

"Singapore is nothing, we cant be rich without indonesia. 500.000 orang indonesia berlibur ke singapura setiap bulan. bisa terbayang uang yang masuk ke kami? apartemen2 dan condo terbaru kami yang membeli pun orang2 indonesia, ga peduli harga yang selangit, laku keras. Lihatlah rumah sakit kami, orang indonesia semua yang berobat."

"Kalian tahu bagaimana kalapnya pemerintah kami ketika asap hutan indonesia masuk? ya benar2 panik. sangat berasa, we are nothing."

"Kalian ga tau kan klo agustus kemarin dunia krisis beras. termasuk di singapura dan malaysia? kalian di indonesia dengan mudah dapat beras"

"Lihatlah negara kalian, air bersih dimana2.. lihatlah negara kami, air bersih pun kami beli dari malaysia. Saya pernah ke kalimantan, bahkan pasir pun mengandung permata. Terlihat glitter kalo ada matahari bersinar. Petani disana menjual Rp3000/kg ke sebuah pabrik China. Dan si pabrik menjualnya kembali seharga Rp 30.000/kg. Saya melihatnya sendiri"

"Kalian sadar tidak klo negara2 lain selalu takut meng-embargo Indonesia? Ya, karena negara kalian memiliki segalanya. Mereka takut klo kalian menjadi mandiri, makanya tidak di embargo. harusnya KALIANLAH YANG MENG-EMBARGO DIRI KALIAN SENDIRI. Beli lah dari petani2 kita sendiri, beli lah tekstil garmen dari pabrik2 sendiri. Tak perlu kalian impor klo bisa produksi sendiri."

"Jika kalian bisa mandiri, bisa MENG-EMBARGO DIRI SENDIRI, Indonesia will rules the world.."

Jleb... tengsin banget ga sih ada orang asing yang ngomong begitu...

Selasa, 28 Oktober 2008

Trip to Lampung

Agenda
1. Penjajakan Agrobisnis
2. Penjajakan bisnis retail
3. Silaturahim

Sabtu pagi tiba di bandar lampung, langsung ketemu salah seorang pengusaha senior dari singapura. Bersama kita melihat sapi2 hingga malam.

Minggu pagi jalan2 lihat calon tempat futsal, teh poci di mall punya pak ipung, liat pameran flora dan fauna di saburai, silaturahmi ke radio andalas yang mau kita kelola, silaturahmi ke ANTV diatas gunung bersama bos ucok.. seharian jalan2..

Senin siang pulang..
sore di jakarta langsung siaran di Radio Suara Metro jam 20.00 tadi malam. Ada yg nyimak?

Nih oleh2nya..

Ngeliatin sapi...


Pesta duren di gunung


Di kapal Ferry


Sunset..

Kamis, 23 Oktober 2008

Kisah lain Thalhah (2)

Matahari sudah kembali ke peraduannya. Senja sudah menggayut di atas jazirah Arabia. Bulan tidak menampakkan dirinya, sehingga sekujur kota Mekkah sudah dalam keadaan gelap gulita. Suhu udara sudah sangat dingin. Dalam keadaan demikian, bisa dikatakan tidak ada aktivitas yang bisa dikerjakan di luar rumah. Sebagian penduduk Mekkah sudah mengurung diri di dalam rumahnya, yang hanya diterangi oleh lampu-lampu berbahan bakar minyak unta. Sebagian lagi sudah berbaring di atas tempat tidur, membungkus dirinya dengan selimut dan segera terbang ke alam mimpi.

Tetapi tidak untuk orang-orang pencari kebenaran sejati. Kini mereka sudah berkumpul di kaki bukit Shafa. Satu per satu datang ke kaki bukit Shafa. Di sana sudah ada Abu Bakar. Berikutnya tiba Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Dan terakhir hadir Abdurrahman bin Auf. Mereka akan berangkat ke kediaman Arqam bin Abil Arqam di lereng bukit Shafa, untuk menemui Rasulullah dan berbai’at kepadanya.

Mereka segera berjalan menuju bukit Shafa, tempat Rasulullah menyampaikan wahyu yang diterimanya dari Allah melalui perantaraan malaikat Jibril kepada para pengikutnya. Di sana sudah ada Khadijah binti Khuwailid, istri beliau. Juga Ali bin Abu Thalib, keponakan Rasulullah yang masih berumur 11 tahun. Ada Zaid bin Haritsah, seorang budak yang dihadiahkan Khadijah kepada suaminya. Rasulullah yang tidak pernah menginginkan dirinya terjerumus dalam perbudakan manusia atas manusia, segera memerdekakannya dan bahkan mengangkatnya sebagai anak. Juga Bilal, seorang budak berkulit hitam legam yang berasal dari Habsyi. Dan sudah tentu ada Arqam bin Abil Arqam, pemilik rumah.

Di bukit kecil itu, mereka berbai’at kepada Rasulullah, dan menyatakan akan membela kepentingan Islam dan Umat Islam, dengan segala kemampuan yang mereka memiliki. Dengan harta, tenaga, pikiran atau bahkan jiwa mereka. Mereka bertekad untuk tetap berdiri di dalam barisan umat Islam yang dipimpin oleh Rasulullah. Bersatu padu dalam membela kebenaran yang sama-sama mereka yakini. Kebenaran yang bisa mempersatukan mereka dalam sebuah persaudaraan abadi, tanpa ada sekat perbedaan kaya miskin, tua muda, laki-laki perempuan maupun perbedaan suku.
* * * * *

Hanya beberapa hari Thalhah bin Ubaidillah berada di Makkah. Sepanjang hari keberadaannya di kota kelahirannya, ia gunakan untuk menimba ilmu agama Islam dari tangan pertama, Rasulullah Muhammad. Ia harus kembali ke Bushra untuk mengurus misi dagangnya. Dan siang itu, Thalhah kembali menemui Rasulullah.

“Wahai Rasulllah. Sebelum aku bersyahadat di hadapanmu, aku baru kembali dari Bushra. Aku memiliki sedikit urusan dagang di sana. Hari ini, aku mau minta izinmu untuk kembali ke Bushra. Aku harus mengurus misi dagangku disana,” kata Thalhah membuka pembicaraan.

“Jangan terlalu merendah, Thalhah. Aku melihat perkembangan yang pesat pada misi dagangmu disana. Dan kuharap kau akan semakin berhasil. Berangkat lah. Jika mungkin, ajarkan para penduduk Bushra tentang ajaran Islam,” kata Rasulullah.

“Aku ingin memberikan sebagian harta yang kuperoleh dari keuntungan perdaganganku untuk kepentingan umat Islam. Tidak sebanyak yang telah diberikan oleh Abu Bakar, tapi aku berharap pemberianku ada gunanya,” kata Thalhah.

“Apakah yang jau berikan ini bukan modal usahamu ?” tanya Rasulullah.

“Bukan, wahai Rasulullah. Semua ini adalah sebagian keuntungan dari perdagangan yang aku lakukan. Sebagian lagi akan aku gunakan sebagai penambah modal. Aku berharap, perdaganganku di waktu-waktu mendatang akan lebih berhasil sehingga lebih banyak lagi yang bisa aku berikan untuk kepentingan kaum muslimin,” kata Thalhah.

“Terima kasih, Thalhah. Usiamu masih muda. Perjalanan hidupmu masih panjang. Semoga Allah meridhoi perjalananmu,” kata Rasulullah sambil memeluk tubuh Thalhah.

“Terima kasih Rasulullah. Di sela-sela aktivitas dagangku, aku akan selalu menyempatkan diri untuk kembali ke Makkah ini. Aku merasa bahwa pengetahuanku tentang agama Islam masih sangat sedikit. Apalagi aku harus berjauhan dengan dirimu dan sahabat-sahabat lainnya. Suatu saat, aku berharap aku bisa berkumpul dan bersama-sama membela panji-panji kebesaran Allah,” kata Thalhah.

Usai pertemuan itu, Thalhah segera menuruni bukit Shafa. Dengan berjalan kaki, ia bergegas menuju kediaman Zubair bin Awwam, tempat ia terakhir kali menambatkan tali kekang kudanya. Celaka ! Ia tidak menemukan kudanya disana. Di tengah kebingungannya mencari kuda, beberapa orang Quraisy mencoba meringkusnya. Ia tidak mampu berkelit. Kaki dan tangannya diikat dengan tali. Tubuh yang sudah tidak berdaya itu digotong beramai-ramai ke sebuah tanah lapang. Di sana, tubuh itu diikat pada sebatang tonggak kayu.

Tak lama kemudian datanglah serombongan pemuka Quraisy dengan wajah murka. Semuanya membawa cambuk di tangannya. Ibunya, Sha’bah binti Al-Hadrami ada di antaranya. Mulutnya tidak henti-hentinya mengucapkan sumpah serapahnya. Ia tak habis pikir, bagaimana anaknya bisa mengingkari agama yang sudah dipeluk oleh nenek moyang mereka dalam waktu yang begitu lama. Padahal, Thalhah begitu diharapkan menjadi salah satu pemimpin bagi kaumnya.

“Hai Ibnu Abdillah. Kau telah mendustai agama ayah dan ibumu, dan juga agama yang sudah dianut oleh para leluhurmu selama ratusan tahun. Tinggalkan ajaran Muhammad dan kembali lah kepada ajaran nenek moyangmu !” seru slah seorang pemuka Quraisy.

“Tidak. Aku tidak akan kembali kepada ajaran nenek moyangku, karena ajaran mereka tidak benar,” jawab Thalhah.

“Beraninya kau menyalahkan ajaran nenek moyang kita yang sudah ratusan tahun kita ikuti, hanya karena baru beberapa hari ini kau dicuci otak oleh Muhammad,” hardik pemuka Quraisy lainnya.

“Selama ini kita menganggap bahwa kita berada pada kebenaran, padahal sebenarnya kita sudah terperangkap pada jurang kebodohan. Dan kebodohan itu bisa bertahan lama karena semua orang menganggapnya kebenaran dan tidak pernah memikirkannya,” bantah Thalhah. Suaranya semakin lantang.

“Padahal jika kita pikirkan, apa yang bisa dilakukan oleh sebuah patung yang dibuat oleh manusia sendiri ?” tanya Thalhah.

“Beraninya kau menghina sesembahan kami !” hardik seorang pemuka Quraisy sambil mencambuknya berkali-kali. Seketika cambukan itu diikuti oleh para pemuka Quraisy lainnya.

Beberapa bagian tubuh Thalhah memerah diterpa cambuk.

“Kami akan menghentikan cambukan ini jika kau berikrar untuk meninggalkan ajaran Muhammad !” kata salah seorang pemuka Quraisy.

“Aku tidak akan meninggalkannya walaupun aku harus kehilangan nyawaku,” balas Thalhah.

“Dasar anak durhaka,” kata pemuka Quraisy itu sambil kembali mengayunkan cambuknya.

“Hentikan !” Tiba-tiba terdengar suara yang menggetarkan hati para pemuka Quraisy. Suara itu keluar dari mulut Naufal binti Khuwailid, saudara Khadijah, istri Rasulullah. Ia adalah seorang pemuka Quraisy yang cukup terpandang. Seketika, siksaan terhadap Thalhah dihentikan. Dari atas kudanya, ia kembali berkata :

“Lepaskan ikatannya, dan biarkan ia pergi !” perintah Naufal lagi.

“Mengapa kita harus melepaskannya ?” tanya salah seorang.

“Karena kita tidak punya alasan untuk menyiksanya. Walaupun Thalhah adalah penduduk Makkah, sebenarnya ia sudah tidak lagi menetap di kota ini. Ia sudah menetap di Bushra. Jadi biarkan lah ia pergi dari sini. Ia tidak akan menjadi penyebar agama Muhammad di kota ini,” jawab Naufal sambil melompat turun dari punggung kuda.

Setelah berpikir sejenak, beberapa orang kemudian segera membebaskan Thalhah. Dengan tertatih-tatih, Thalhah mendekati Naufal bin Khuwailid. Ia menjabat tangan Naufal.

“Terima kasih. Aku tidak akan melupakan jasamu,” kata Thalhah.

“Berangkat lah. Uruslah daganganmu di Bushra. Ambillah kudaku ini !” perintah Naufal sambil menyerahkan tali kekang kudanya.

“Baik. Terima kasih,” jawab Thalhah. Tak lama kemudian, ia sudah berada di atas punggung kuda. Hanya dengan sekali hentakan, kuda itu pun berlari menembus panasnya padang pasir, meninggalkan orang-orang Quraisy yang masih belum bisa mengusir rasa terkejutnya.

Rabu, 22 Oktober 2008

Kisah lain Thalhah

Bushra adalah negeri dengan mayoritas penduduk beragama Nasrani. Thalhah sebenarnya tertarik dengan agama Nasrani, yang menyembah satu Tuhan. Berbeda dengan para penduduk Makkah yang menyembah patung-patung buatannya sendiri. Sejak kecil, ia dibiasakan keluarganya untuk menjadi penyembah patung-patung buatan manusia sendiri. Setelah dewasa, kemampuan berpikirnya tidak bisa menerima ritual penyembahan itu. Bagaimana mungkin patung buatan manusia dianggap sebagai tuhan dan disembah sepanjang hayat.

Dalam setiap perjalanan niaganya, ia menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan para pemuka agama di tempatnya berdagang. Itu sebabnya ia bergabung dengan kafilah dagang yang dipimpin Abu Bakar. Ia tahu bahwa pemimpinnya itu adalah orang yang tidak pernah menyembah berhala. Seorang ahli sejarah bangsa Arab dan juga memahami perbandingan agama. Ia pedagang yang berkepribadian tinggi dan berbudi baik. Ia juga lemah lembut dan penyayang.

Kemarin, di pasar Bushra ia bertemu dengan seorang pendeta Nasrani bernama Bahram. Pendeta itu berdiri di depan pasar dan menanyakan kepada para pendatang yang masuk ke pasar. Thalhah, yang ingin menuju kiosnya di pasar Bushra pun tak luput dari hadangan pertanyaan dari sang Pendeta.

“Adakah di antara tuan yang berasal dari Makkah ?” tanya sang Pendeta dengan santun kepada Thalhah dan anggota kafilahnya.

“Benar bapak. Kami semua berasal dari Makkah. Mengapa bapak bertanya demikian ?” Thalhah balik bertanya.

“Aku ingin memberi kabar gembira padamu. Sudikah kau mendengarnya ?” tanya sang Pendeta.

“Dengan senang hati,” jawab Thalhah.

“Berdasarkan kajian kami terhadap kitab suci yang kami imani, saat ini telah hadir di tengah bangsa Arab seorang Rasul yang diutus Tuhan sebagai utusanNya yang terakhir di muka bumi. Orang itu bernama Ahmad, dan ia lahir empat puluh tahun yang lalu di Makkah. Banyak orang di negerinya menyebutnya gila karena ajaran yang dibawanya. Hanya sedikit yang mempercayai ajarannya. Salah satunya adalah Abu Quhafah,” begitu keterangan sang Pendeta.

“Abu Quhafah adalah nama lain dari Abu Bakar. Dan aku mengenalnya sebagai orang yang pandai. Tentang Ahmad. Bisakah kau menguraikannya lebih lanjut ?” jawab Thalhah.

“Ahmad adalah anak Abdullah, sekaligus cucu dari Abdul Muthalib. Sejak kecil ia adalah manusia yang terpelihara dari perbuatan jahat. Sayang sekali, banyak anggota kaumnya menjadi penentang utama. Dan itu adalah hal yang biasa. Setiap Nabi selalu ditolak oleh kaumnya. Sampai suatu ketika ia akan hijrah ke luar tanah kelahirannya bersama para pengikutnya. Tapi jangan khawatir. Mereka adalah orang-orang yang dinaungi cahaya Ilahi. Walaupun ajarannya ditentang oleh kaumnya, yakin lah padaku, bahwa apa yang diajarkannya adalah kebenaran hakiki,” papar sang Pendeta.

“Kalau begitu aku mengenalnya. Ahmad, atau Muhammad memang orang yang berbudi luhur. Ia terkenal sebagai orang yang jujur dan dapat dipercaya. Semua orang di Makkah mengenalnya sebagai Al-Amiin. Aku sependapat denganmu. Muhammad dan Abu Bakar tidak akan mungkin bersekongkol dalam melakukan kebatilan. Keduanya adalah orang yang terpelihara dari perbuatan buruk,” Thalhah memperkuat penjelasan sang Pendeta.

“Kembali lah ke Makkah, dan ikuti ajaran Muhammad. Ajaran itu akan membawamu kepada kesuksesan dunia dan akhirat,” pesan sang Pendeta sambil menjabat tangan Thalhah.

Dan pesan sang pendeta itu mempertebal rasa rindunya pada kehangatan kota Makkah. Rerimbunan daun kurma kota Makkah membayang di ujung angannya. Lambaiannya bagaikan magnet yang menariknya untuk pulang ke tanah kelahiran. Kerinduan menghirup udara Makkah seolah-olah memanggilnya untuk kembali.

Siang itu, ia sudah siap dengan beberapa catatan yang akan diberikan kepada salah seorang budak kepercayaannya. Catatan itu berupa tugas-tugas yang yang harus dilakukan sehari-hari, selama ia kembali ke Makkah. Ia sudah menyiapkan kudanya yang terbaik dan sedikit perbekalan. Jika perjalanan lancar, dalam dua hari perjalanan ia akan sampai di Makkah.

* * * * *










Menjemput Hidayah

Siang itu, Thalhah sudah memasuki wilayah Makkah. Kota kelahiran yang sangat dirindukannya. Disini ia dilahirkan dan juga dibesarkan oleh kasih sayang kedua orang tuanya. Sebagai anak tunggal, ia sangat dimanja. Segala keinginannya sedapat mungkin dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Sebagaimana anak-anak Quraisy lainnya, ia pun sangat mahir menunggang kuda, bergulat dan memanah.

Ia merasakan suasana yang berbeda ketika memasuki kota Makkah. Padahal kota ini baru ditinggalkannya selama tiga bulan. Dan waktu tiga bulan itu tampaknya mampu mengubah suasana. Tidak ada lagi suasana yang akrab. Yang ada hanya perasaan saling curiga. Entah apa gerangan yang terjadi. Aku harus segera mencari tahu penyebabnya, pikir Thalhah. Dan Zubair bin Awwam adalah orang yang tepat. Usia yang tidak terpaut jauh dan pertalian saudara, menyebabkan keduanya sangat akrab. Itu lah sebabnya ia segera memacu kudanya ke arah rumah Zubair. Dan orang yang dicarinya memang ada di rumah. Ia sedang duduk seorang diri di beranda.

“Selamat siang, anak muda. Apa yang kau lakukan di siang hari bolong seperti ini. Ku lihat dari jauh, kau seperti sedang melamun. Apa yang kau pikirkan ?” tanya Thalhah kepada Zubair.

“Hai sahabatku. Kupikir hatimu sudah bertaut dengan Bushra, sehingga kota Makkah sudah kau lupakan. Sudah berbulan-bulan kau tidak menampakkan hidung di sini. Angin apa yang membawamu kembali ke negeri leluhurmu ini ?” Zubair balik bertanya.

“Ha … ha … ha … Pertanyaanku belum lagi kau jawab, kau sudah membalasnya dengan pertanyaan lain. Jawab dulu pertanyaanku. Nanti giliranku menjawab pertanyaanmu !” kata Thalhah sambil tertawa lebar. Zubair hanya tersenyum.

“Sudah beberapa hari ini suasana kota Makkah terasa tegang. Muhammad Al-Amiin telah mengangkat dirinya sebagai Rasul utusan Tuhannya. Hampir semua orang-orang terdekatnya seperti Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah sudah menjadi pengikutnya. Para pemimpin Quraisy menganggapnya sudah gila. Beberapa di antaranya bahkan ada yang mengancam untuk membunuhnya. Sampai saat ini, aku masih berpikir untuk bergabung dengan para pengikut Muhammad yang lain. Aku bimbang,” Zubair berhenti bicara. Ia menarik nafas dalam-dalam. Ada ganjalan yang membuat dadanya sesak.

“Tadi pagi aku membuntuti Abu Bakar. Ia membawa sesuatu yang diletakkannya di kaki bukit Shafa. Kupikir, itu pasti bahan makanan untuk Muhammad dan para pengikutnya. Tidak mudah bagi Muhammad untuk menampakkan diri, karena saat ini keselamatannya sangat terancam. Aku curiga, Abu Bakar sudah menjadi pengikut Muhammad. Aku pun bertanya hal ini langsung kepadanya. Dan hal itu diakuinya. Bahkan ia mengajakku untuk menemui Muhammad nanti malam. Aku masih berpikir-pikir untuk mengikuti ajakannya. Ceritaku sudah selesai. Dan kini, giliranmu menjawab pertanyaanku,” Zubair mengakhiri ceritanya.

“Baik. Walaupun aku mencari penghidupan di negeri lain, kecintaanku pada negeri ini tidak akan pernah pudar. Tiga bulan meninggalkan kota ini adalah waktu yang terlalu lama bagiku. Dan menjelang kepulanganku, aku bertemu dan sempat berdiskusi dengan seorang pendeta yang tinggal di Bushra. Ia berpesan padaku untuk mengikuti ajaran Muhammad. Menurut kajian yang ia pelajari dari kitab sucinya, ia memastikan bahwa saat-saat ini lah akan ada pengangkatan Rasul terakhir setelah nabi Isa. Dan kota Makkah lah yang mendapat kehormatan menjadi tempat perkembangan agama Tuhan. Jika ku hubungkan dengan ceritamu, aku bisa menyimpulkan bahwa Muhammad tidak berdusta. Dan sepanjang perkenalanku dengannya, belum pernah sekalipun ia berdusta. Tak salah lagi, ia adalah Rasul terakhir, dan kesempatan kita untuk hidup dalam peradaban yang lebih baik semakin terbuka,” kata Thalhah.

“Jadi kau pulang hanya untuk menemui Muhammad, dan menjadi pengikutnya ?” tanya Zubair.

“Tadinya aku pulang karena rindu pada kehangatan kota ini. Tapi setelah aku mendengar penuturan pendeta Bahram di Bushra, tujuan utamaku kembali ke Makkah adalah untuk menjadi pengikut Muhammad,” jawab Thalhah mantap.

“Kau tidak ingin meneliti kebenaran ajaran Muhammad sebelum membuat keputusan yang begitu penting bagi hidupmu ?” tanya Zubair lagi. Ia sangat heran melihat polah sahabatnya. Tidak biasanya Thalhah seyakin itu. Apalagi pada hal-hal yang belum pernah ditemuinya.

“Dan kau ingin segera berjumpa dengan Muhammad ?” tanya Zubair lagi.

“Apa yang dikatakan pendeta Bahram sudah bisa meyakinkanku. Dan jika mungkin, aku ingin menemui Muhammad sekarang juga !” jawab Thalhah.

“Tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaan Muhammad. Abu Bakar mungkin pengecualian. Nanti malam, ia mengajakku untuk menemui Muhammad. Dan aku menyanggupinya ….” Kata Zubair.

“Aku akan ikut menemui Muhammad nanti malam,” potong Thalhah.

“Ya. Usai matahari terbenam, kita akan bersama-sama berangkat menuju kaki bukit Shafa. Pesan Abu Bakar, kita tidak diperbolehkan membawa kendaraan. Derap kaki dan ringkik kuda akan menimbulkan kecurigaan banyak orang. Apalagi di malam hari, ketika banyak orang di negeri ini sedang asyik tidur. Jadi sebaiknya kita berjalan kaki. Ada baiknya pula jika kita mengenakan pakaian berwarna gelap. Dari sana, Abu Bakar akan mengajak kita menuju ke tempat persembunyian Muhammad. Aku tak tahu, siapa lagi orang yang akan ikut serta nanti malam,” kata Zubair.

“Baiklah. Sambil menunggu datangnya malam, aku akan pulang ke rumah orang tuaku dahulu. Aku pun rindu pada mereka. Sebelum matahari terbenam, aku akan kembali kesini. Kita akan berangkat bersama menuju kaki bukit Shafa,” kata Thalhah dengan bersemangat.