Rabu, 29 Oktober 2008

Indonesia doesnt need d world, but d world need Indonesia

Suatu pagi di bandar lampung, menjemput seseorang di bandara. Orang itu sudah tua, kisaran 60 tahun. Sebut saja si bapak.

Si bapak adalah pengusaha asal singapura, dengan logat bicara gaya melayu, english, (atau singlish?) beliau menceritakan pengalaman2 hidupnya kepada kami yang masih muda. Mulai dari pengalaman bisnis, spiritual, keluarga, bahkan percintaan hehehe..

"Your country is so rich!"

Ah biasa banget kan denger kata2 begitu. Tapi tunggu dulu..

"Indonesia doesnt need d world, but d world need Indonesia"
"Everything can be found here in Indonesia, u dont need d world"
"Mudah saja, Indonesia paru2 dunia. Tebang saja hutan di Kalimantan, dunia pasti kiamat. Dunia yang butuh Indonesia!"

"Singapore is nothing, we cant be rich without indonesia. 500.000 orang indonesia berlibur ke singapura setiap bulan. bisa terbayang uang yang masuk ke kami? apartemen2 dan condo terbaru kami yang membeli pun orang2 indonesia, ga peduli harga yang selangit, laku keras. Lihatlah rumah sakit kami, orang indonesia semua yang berobat."

"Kalian tahu bagaimana kalapnya pemerintah kami ketika asap hutan indonesia masuk? ya benar2 panik. sangat berasa, we are nothing."

"Kalian ga tau kan klo agustus kemarin dunia krisis beras. termasuk di singapura dan malaysia? kalian di indonesia dengan mudah dapat beras"

"Lihatlah negara kalian, air bersih dimana2.. lihatlah negara kami, air bersih pun kami beli dari malaysia. Saya pernah ke kalimantan, bahkan pasir pun mengandung permata. Terlihat glitter kalo ada matahari bersinar. Petani disana menjual Rp3000/kg ke sebuah pabrik China. Dan si pabrik menjualnya kembali seharga Rp 30.000/kg. Saya melihatnya sendiri"

"Kalian sadar tidak klo negara2 lain selalu takut meng-embargo Indonesia? Ya, karena negara kalian memiliki segalanya. Mereka takut klo kalian menjadi mandiri, makanya tidak di embargo. harusnya KALIANLAH YANG MENG-EMBARGO DIRI KALIAN SENDIRI. Beli lah dari petani2 kita sendiri, beli lah tekstil garmen dari pabrik2 sendiri. Tak perlu kalian impor klo bisa produksi sendiri."

"Jika kalian bisa mandiri, bisa MENG-EMBARGO DIRI SENDIRI, Indonesia will rules the world.."

Jleb... tengsin banget ga sih ada orang asing yang ngomong begitu...

Selasa, 28 Oktober 2008

Trip to Lampung

Agenda
1. Penjajakan Agrobisnis
2. Penjajakan bisnis retail
3. Silaturahim

Sabtu pagi tiba di bandar lampung, langsung ketemu salah seorang pengusaha senior dari singapura. Bersama kita melihat sapi2 hingga malam.

Minggu pagi jalan2 lihat calon tempat futsal, teh poci di mall punya pak ipung, liat pameran flora dan fauna di saburai, silaturahmi ke radio andalas yang mau kita kelola, silaturahmi ke ANTV diatas gunung bersama bos ucok.. seharian jalan2..

Senin siang pulang..
sore di jakarta langsung siaran di Radio Suara Metro jam 20.00 tadi malam. Ada yg nyimak?

Nih oleh2nya..

Ngeliatin sapi...


Pesta duren di gunung


Di kapal Ferry


Sunset..

Kamis, 23 Oktober 2008

Kisah lain Thalhah (2)

Matahari sudah kembali ke peraduannya. Senja sudah menggayut di atas jazirah Arabia. Bulan tidak menampakkan dirinya, sehingga sekujur kota Mekkah sudah dalam keadaan gelap gulita. Suhu udara sudah sangat dingin. Dalam keadaan demikian, bisa dikatakan tidak ada aktivitas yang bisa dikerjakan di luar rumah. Sebagian penduduk Mekkah sudah mengurung diri di dalam rumahnya, yang hanya diterangi oleh lampu-lampu berbahan bakar minyak unta. Sebagian lagi sudah berbaring di atas tempat tidur, membungkus dirinya dengan selimut dan segera terbang ke alam mimpi.

Tetapi tidak untuk orang-orang pencari kebenaran sejati. Kini mereka sudah berkumpul di kaki bukit Shafa. Satu per satu datang ke kaki bukit Shafa. Di sana sudah ada Abu Bakar. Berikutnya tiba Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Dan terakhir hadir Abdurrahman bin Auf. Mereka akan berangkat ke kediaman Arqam bin Abil Arqam di lereng bukit Shafa, untuk menemui Rasulullah dan berbai’at kepadanya.

Mereka segera berjalan menuju bukit Shafa, tempat Rasulullah menyampaikan wahyu yang diterimanya dari Allah melalui perantaraan malaikat Jibril kepada para pengikutnya. Di sana sudah ada Khadijah binti Khuwailid, istri beliau. Juga Ali bin Abu Thalib, keponakan Rasulullah yang masih berumur 11 tahun. Ada Zaid bin Haritsah, seorang budak yang dihadiahkan Khadijah kepada suaminya. Rasulullah yang tidak pernah menginginkan dirinya terjerumus dalam perbudakan manusia atas manusia, segera memerdekakannya dan bahkan mengangkatnya sebagai anak. Juga Bilal, seorang budak berkulit hitam legam yang berasal dari Habsyi. Dan sudah tentu ada Arqam bin Abil Arqam, pemilik rumah.

Di bukit kecil itu, mereka berbai’at kepada Rasulullah, dan menyatakan akan membela kepentingan Islam dan Umat Islam, dengan segala kemampuan yang mereka memiliki. Dengan harta, tenaga, pikiran atau bahkan jiwa mereka. Mereka bertekad untuk tetap berdiri di dalam barisan umat Islam yang dipimpin oleh Rasulullah. Bersatu padu dalam membela kebenaran yang sama-sama mereka yakini. Kebenaran yang bisa mempersatukan mereka dalam sebuah persaudaraan abadi, tanpa ada sekat perbedaan kaya miskin, tua muda, laki-laki perempuan maupun perbedaan suku.
* * * * *

Hanya beberapa hari Thalhah bin Ubaidillah berada di Makkah. Sepanjang hari keberadaannya di kota kelahirannya, ia gunakan untuk menimba ilmu agama Islam dari tangan pertama, Rasulullah Muhammad. Ia harus kembali ke Bushra untuk mengurus misi dagangnya. Dan siang itu, Thalhah kembali menemui Rasulullah.

“Wahai Rasulllah. Sebelum aku bersyahadat di hadapanmu, aku baru kembali dari Bushra. Aku memiliki sedikit urusan dagang di sana. Hari ini, aku mau minta izinmu untuk kembali ke Bushra. Aku harus mengurus misi dagangku disana,” kata Thalhah membuka pembicaraan.

“Jangan terlalu merendah, Thalhah. Aku melihat perkembangan yang pesat pada misi dagangmu disana. Dan kuharap kau akan semakin berhasil. Berangkat lah. Jika mungkin, ajarkan para penduduk Bushra tentang ajaran Islam,” kata Rasulullah.

“Aku ingin memberikan sebagian harta yang kuperoleh dari keuntungan perdaganganku untuk kepentingan umat Islam. Tidak sebanyak yang telah diberikan oleh Abu Bakar, tapi aku berharap pemberianku ada gunanya,” kata Thalhah.

“Apakah yang jau berikan ini bukan modal usahamu ?” tanya Rasulullah.

“Bukan, wahai Rasulullah. Semua ini adalah sebagian keuntungan dari perdagangan yang aku lakukan. Sebagian lagi akan aku gunakan sebagai penambah modal. Aku berharap, perdaganganku di waktu-waktu mendatang akan lebih berhasil sehingga lebih banyak lagi yang bisa aku berikan untuk kepentingan kaum muslimin,” kata Thalhah.

“Terima kasih, Thalhah. Usiamu masih muda. Perjalanan hidupmu masih panjang. Semoga Allah meridhoi perjalananmu,” kata Rasulullah sambil memeluk tubuh Thalhah.

“Terima kasih Rasulullah. Di sela-sela aktivitas dagangku, aku akan selalu menyempatkan diri untuk kembali ke Makkah ini. Aku merasa bahwa pengetahuanku tentang agama Islam masih sangat sedikit. Apalagi aku harus berjauhan dengan dirimu dan sahabat-sahabat lainnya. Suatu saat, aku berharap aku bisa berkumpul dan bersama-sama membela panji-panji kebesaran Allah,” kata Thalhah.

Usai pertemuan itu, Thalhah segera menuruni bukit Shafa. Dengan berjalan kaki, ia bergegas menuju kediaman Zubair bin Awwam, tempat ia terakhir kali menambatkan tali kekang kudanya. Celaka ! Ia tidak menemukan kudanya disana. Di tengah kebingungannya mencari kuda, beberapa orang Quraisy mencoba meringkusnya. Ia tidak mampu berkelit. Kaki dan tangannya diikat dengan tali. Tubuh yang sudah tidak berdaya itu digotong beramai-ramai ke sebuah tanah lapang. Di sana, tubuh itu diikat pada sebatang tonggak kayu.

Tak lama kemudian datanglah serombongan pemuka Quraisy dengan wajah murka. Semuanya membawa cambuk di tangannya. Ibunya, Sha’bah binti Al-Hadrami ada di antaranya. Mulutnya tidak henti-hentinya mengucapkan sumpah serapahnya. Ia tak habis pikir, bagaimana anaknya bisa mengingkari agama yang sudah dipeluk oleh nenek moyang mereka dalam waktu yang begitu lama. Padahal, Thalhah begitu diharapkan menjadi salah satu pemimpin bagi kaumnya.

“Hai Ibnu Abdillah. Kau telah mendustai agama ayah dan ibumu, dan juga agama yang sudah dianut oleh para leluhurmu selama ratusan tahun. Tinggalkan ajaran Muhammad dan kembali lah kepada ajaran nenek moyangmu !” seru slah seorang pemuka Quraisy.

“Tidak. Aku tidak akan kembali kepada ajaran nenek moyangku, karena ajaran mereka tidak benar,” jawab Thalhah.

“Beraninya kau menyalahkan ajaran nenek moyang kita yang sudah ratusan tahun kita ikuti, hanya karena baru beberapa hari ini kau dicuci otak oleh Muhammad,” hardik pemuka Quraisy lainnya.

“Selama ini kita menganggap bahwa kita berada pada kebenaran, padahal sebenarnya kita sudah terperangkap pada jurang kebodohan. Dan kebodohan itu bisa bertahan lama karena semua orang menganggapnya kebenaran dan tidak pernah memikirkannya,” bantah Thalhah. Suaranya semakin lantang.

“Padahal jika kita pikirkan, apa yang bisa dilakukan oleh sebuah patung yang dibuat oleh manusia sendiri ?” tanya Thalhah.

“Beraninya kau menghina sesembahan kami !” hardik seorang pemuka Quraisy sambil mencambuknya berkali-kali. Seketika cambukan itu diikuti oleh para pemuka Quraisy lainnya.

Beberapa bagian tubuh Thalhah memerah diterpa cambuk.

“Kami akan menghentikan cambukan ini jika kau berikrar untuk meninggalkan ajaran Muhammad !” kata salah seorang pemuka Quraisy.

“Aku tidak akan meninggalkannya walaupun aku harus kehilangan nyawaku,” balas Thalhah.

“Dasar anak durhaka,” kata pemuka Quraisy itu sambil kembali mengayunkan cambuknya.

“Hentikan !” Tiba-tiba terdengar suara yang menggetarkan hati para pemuka Quraisy. Suara itu keluar dari mulut Naufal binti Khuwailid, saudara Khadijah, istri Rasulullah. Ia adalah seorang pemuka Quraisy yang cukup terpandang. Seketika, siksaan terhadap Thalhah dihentikan. Dari atas kudanya, ia kembali berkata :

“Lepaskan ikatannya, dan biarkan ia pergi !” perintah Naufal lagi.

“Mengapa kita harus melepaskannya ?” tanya salah seorang.

“Karena kita tidak punya alasan untuk menyiksanya. Walaupun Thalhah adalah penduduk Makkah, sebenarnya ia sudah tidak lagi menetap di kota ini. Ia sudah menetap di Bushra. Jadi biarkan lah ia pergi dari sini. Ia tidak akan menjadi penyebar agama Muhammad di kota ini,” jawab Naufal sambil melompat turun dari punggung kuda.

Setelah berpikir sejenak, beberapa orang kemudian segera membebaskan Thalhah. Dengan tertatih-tatih, Thalhah mendekati Naufal bin Khuwailid. Ia menjabat tangan Naufal.

“Terima kasih. Aku tidak akan melupakan jasamu,” kata Thalhah.

“Berangkat lah. Uruslah daganganmu di Bushra. Ambillah kudaku ini !” perintah Naufal sambil menyerahkan tali kekang kudanya.

“Baik. Terima kasih,” jawab Thalhah. Tak lama kemudian, ia sudah berada di atas punggung kuda. Hanya dengan sekali hentakan, kuda itu pun berlari menembus panasnya padang pasir, meninggalkan orang-orang Quraisy yang masih belum bisa mengusir rasa terkejutnya.

Rabu, 22 Oktober 2008

Kisah lain Thalhah

Bushra adalah negeri dengan mayoritas penduduk beragama Nasrani. Thalhah sebenarnya tertarik dengan agama Nasrani, yang menyembah satu Tuhan. Berbeda dengan para penduduk Makkah yang menyembah patung-patung buatannya sendiri. Sejak kecil, ia dibiasakan keluarganya untuk menjadi penyembah patung-patung buatan manusia sendiri. Setelah dewasa, kemampuan berpikirnya tidak bisa menerima ritual penyembahan itu. Bagaimana mungkin patung buatan manusia dianggap sebagai tuhan dan disembah sepanjang hayat.

Dalam setiap perjalanan niaganya, ia menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan para pemuka agama di tempatnya berdagang. Itu sebabnya ia bergabung dengan kafilah dagang yang dipimpin Abu Bakar. Ia tahu bahwa pemimpinnya itu adalah orang yang tidak pernah menyembah berhala. Seorang ahli sejarah bangsa Arab dan juga memahami perbandingan agama. Ia pedagang yang berkepribadian tinggi dan berbudi baik. Ia juga lemah lembut dan penyayang.

Kemarin, di pasar Bushra ia bertemu dengan seorang pendeta Nasrani bernama Bahram. Pendeta itu berdiri di depan pasar dan menanyakan kepada para pendatang yang masuk ke pasar. Thalhah, yang ingin menuju kiosnya di pasar Bushra pun tak luput dari hadangan pertanyaan dari sang Pendeta.

“Adakah di antara tuan yang berasal dari Makkah ?” tanya sang Pendeta dengan santun kepada Thalhah dan anggota kafilahnya.

“Benar bapak. Kami semua berasal dari Makkah. Mengapa bapak bertanya demikian ?” Thalhah balik bertanya.

“Aku ingin memberi kabar gembira padamu. Sudikah kau mendengarnya ?” tanya sang Pendeta.

“Dengan senang hati,” jawab Thalhah.

“Berdasarkan kajian kami terhadap kitab suci yang kami imani, saat ini telah hadir di tengah bangsa Arab seorang Rasul yang diutus Tuhan sebagai utusanNya yang terakhir di muka bumi. Orang itu bernama Ahmad, dan ia lahir empat puluh tahun yang lalu di Makkah. Banyak orang di negerinya menyebutnya gila karena ajaran yang dibawanya. Hanya sedikit yang mempercayai ajarannya. Salah satunya adalah Abu Quhafah,” begitu keterangan sang Pendeta.

“Abu Quhafah adalah nama lain dari Abu Bakar. Dan aku mengenalnya sebagai orang yang pandai. Tentang Ahmad. Bisakah kau menguraikannya lebih lanjut ?” jawab Thalhah.

“Ahmad adalah anak Abdullah, sekaligus cucu dari Abdul Muthalib. Sejak kecil ia adalah manusia yang terpelihara dari perbuatan jahat. Sayang sekali, banyak anggota kaumnya menjadi penentang utama. Dan itu adalah hal yang biasa. Setiap Nabi selalu ditolak oleh kaumnya. Sampai suatu ketika ia akan hijrah ke luar tanah kelahirannya bersama para pengikutnya. Tapi jangan khawatir. Mereka adalah orang-orang yang dinaungi cahaya Ilahi. Walaupun ajarannya ditentang oleh kaumnya, yakin lah padaku, bahwa apa yang diajarkannya adalah kebenaran hakiki,” papar sang Pendeta.

“Kalau begitu aku mengenalnya. Ahmad, atau Muhammad memang orang yang berbudi luhur. Ia terkenal sebagai orang yang jujur dan dapat dipercaya. Semua orang di Makkah mengenalnya sebagai Al-Amiin. Aku sependapat denganmu. Muhammad dan Abu Bakar tidak akan mungkin bersekongkol dalam melakukan kebatilan. Keduanya adalah orang yang terpelihara dari perbuatan buruk,” Thalhah memperkuat penjelasan sang Pendeta.

“Kembali lah ke Makkah, dan ikuti ajaran Muhammad. Ajaran itu akan membawamu kepada kesuksesan dunia dan akhirat,” pesan sang Pendeta sambil menjabat tangan Thalhah.

Dan pesan sang pendeta itu mempertebal rasa rindunya pada kehangatan kota Makkah. Rerimbunan daun kurma kota Makkah membayang di ujung angannya. Lambaiannya bagaikan magnet yang menariknya untuk pulang ke tanah kelahiran. Kerinduan menghirup udara Makkah seolah-olah memanggilnya untuk kembali.

Siang itu, ia sudah siap dengan beberapa catatan yang akan diberikan kepada salah seorang budak kepercayaannya. Catatan itu berupa tugas-tugas yang yang harus dilakukan sehari-hari, selama ia kembali ke Makkah. Ia sudah menyiapkan kudanya yang terbaik dan sedikit perbekalan. Jika perjalanan lancar, dalam dua hari perjalanan ia akan sampai di Makkah.

* * * * *










Menjemput Hidayah

Siang itu, Thalhah sudah memasuki wilayah Makkah. Kota kelahiran yang sangat dirindukannya. Disini ia dilahirkan dan juga dibesarkan oleh kasih sayang kedua orang tuanya. Sebagai anak tunggal, ia sangat dimanja. Segala keinginannya sedapat mungkin dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Sebagaimana anak-anak Quraisy lainnya, ia pun sangat mahir menunggang kuda, bergulat dan memanah.

Ia merasakan suasana yang berbeda ketika memasuki kota Makkah. Padahal kota ini baru ditinggalkannya selama tiga bulan. Dan waktu tiga bulan itu tampaknya mampu mengubah suasana. Tidak ada lagi suasana yang akrab. Yang ada hanya perasaan saling curiga. Entah apa gerangan yang terjadi. Aku harus segera mencari tahu penyebabnya, pikir Thalhah. Dan Zubair bin Awwam adalah orang yang tepat. Usia yang tidak terpaut jauh dan pertalian saudara, menyebabkan keduanya sangat akrab. Itu lah sebabnya ia segera memacu kudanya ke arah rumah Zubair. Dan orang yang dicarinya memang ada di rumah. Ia sedang duduk seorang diri di beranda.

“Selamat siang, anak muda. Apa yang kau lakukan di siang hari bolong seperti ini. Ku lihat dari jauh, kau seperti sedang melamun. Apa yang kau pikirkan ?” tanya Thalhah kepada Zubair.

“Hai sahabatku. Kupikir hatimu sudah bertaut dengan Bushra, sehingga kota Makkah sudah kau lupakan. Sudah berbulan-bulan kau tidak menampakkan hidung di sini. Angin apa yang membawamu kembali ke negeri leluhurmu ini ?” Zubair balik bertanya.

“Ha … ha … ha … Pertanyaanku belum lagi kau jawab, kau sudah membalasnya dengan pertanyaan lain. Jawab dulu pertanyaanku. Nanti giliranku menjawab pertanyaanmu !” kata Thalhah sambil tertawa lebar. Zubair hanya tersenyum.

“Sudah beberapa hari ini suasana kota Makkah terasa tegang. Muhammad Al-Amiin telah mengangkat dirinya sebagai Rasul utusan Tuhannya. Hampir semua orang-orang terdekatnya seperti Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah sudah menjadi pengikutnya. Para pemimpin Quraisy menganggapnya sudah gila. Beberapa di antaranya bahkan ada yang mengancam untuk membunuhnya. Sampai saat ini, aku masih berpikir untuk bergabung dengan para pengikut Muhammad yang lain. Aku bimbang,” Zubair berhenti bicara. Ia menarik nafas dalam-dalam. Ada ganjalan yang membuat dadanya sesak.

“Tadi pagi aku membuntuti Abu Bakar. Ia membawa sesuatu yang diletakkannya di kaki bukit Shafa. Kupikir, itu pasti bahan makanan untuk Muhammad dan para pengikutnya. Tidak mudah bagi Muhammad untuk menampakkan diri, karena saat ini keselamatannya sangat terancam. Aku curiga, Abu Bakar sudah menjadi pengikut Muhammad. Aku pun bertanya hal ini langsung kepadanya. Dan hal itu diakuinya. Bahkan ia mengajakku untuk menemui Muhammad nanti malam. Aku masih berpikir-pikir untuk mengikuti ajakannya. Ceritaku sudah selesai. Dan kini, giliranmu menjawab pertanyaanku,” Zubair mengakhiri ceritanya.

“Baik. Walaupun aku mencari penghidupan di negeri lain, kecintaanku pada negeri ini tidak akan pernah pudar. Tiga bulan meninggalkan kota ini adalah waktu yang terlalu lama bagiku. Dan menjelang kepulanganku, aku bertemu dan sempat berdiskusi dengan seorang pendeta yang tinggal di Bushra. Ia berpesan padaku untuk mengikuti ajaran Muhammad. Menurut kajian yang ia pelajari dari kitab sucinya, ia memastikan bahwa saat-saat ini lah akan ada pengangkatan Rasul terakhir setelah nabi Isa. Dan kota Makkah lah yang mendapat kehormatan menjadi tempat perkembangan agama Tuhan. Jika ku hubungkan dengan ceritamu, aku bisa menyimpulkan bahwa Muhammad tidak berdusta. Dan sepanjang perkenalanku dengannya, belum pernah sekalipun ia berdusta. Tak salah lagi, ia adalah Rasul terakhir, dan kesempatan kita untuk hidup dalam peradaban yang lebih baik semakin terbuka,” kata Thalhah.

“Jadi kau pulang hanya untuk menemui Muhammad, dan menjadi pengikutnya ?” tanya Zubair.

“Tadinya aku pulang karena rindu pada kehangatan kota ini. Tapi setelah aku mendengar penuturan pendeta Bahram di Bushra, tujuan utamaku kembali ke Makkah adalah untuk menjadi pengikut Muhammad,” jawab Thalhah mantap.

“Kau tidak ingin meneliti kebenaran ajaran Muhammad sebelum membuat keputusan yang begitu penting bagi hidupmu ?” tanya Zubair lagi. Ia sangat heran melihat polah sahabatnya. Tidak biasanya Thalhah seyakin itu. Apalagi pada hal-hal yang belum pernah ditemuinya.

“Dan kau ingin segera berjumpa dengan Muhammad ?” tanya Zubair lagi.

“Apa yang dikatakan pendeta Bahram sudah bisa meyakinkanku. Dan jika mungkin, aku ingin menemui Muhammad sekarang juga !” jawab Thalhah.

“Tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaan Muhammad. Abu Bakar mungkin pengecualian. Nanti malam, ia mengajakku untuk menemui Muhammad. Dan aku menyanggupinya ….” Kata Zubair.

“Aku akan ikut menemui Muhammad nanti malam,” potong Thalhah.

“Ya. Usai matahari terbenam, kita akan bersama-sama berangkat menuju kaki bukit Shafa. Pesan Abu Bakar, kita tidak diperbolehkan membawa kendaraan. Derap kaki dan ringkik kuda akan menimbulkan kecurigaan banyak orang. Apalagi di malam hari, ketika banyak orang di negeri ini sedang asyik tidur. Jadi sebaiknya kita berjalan kaki. Ada baiknya pula jika kita mengenakan pakaian berwarna gelap. Dari sana, Abu Bakar akan mengajak kita menuju ke tempat persembunyian Muhammad. Aku tak tahu, siapa lagi orang yang akan ikut serta nanti malam,” kata Zubair.

“Baiklah. Sambil menunggu datangnya malam, aku akan pulang ke rumah orang tuaku dahulu. Aku pun rindu pada mereka. Sebelum matahari terbenam, aku akan kembali kesini. Kita akan berangkat bersama menuju kaki bukit Shafa,” kata Thalhah dengan bersemangat.

Minggu, 19 Oktober 2008

Belajar bisnis dari Thalhah, Sang syahid yang hidup (3)

“Nenek moyang kami juga melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Beberapa orang dari mereka diutus untuk belajar ke negeri Cina. Negeri ini terkenal dengan produksi bahan pakaian yang bermutu tinggi. Ada katun, ada juga yang disebut sutera. Para utusan itu belajar membuat pakaian disana."

"Setelah merasa mahir, seluruhnya kembali kesini dengan membawa banyak bahan pakaian dari Cina. Disini mereka menjahitnya menjadi pakaian yang biasa dikenakan oleh orang-orang di negeri ini. Sampai kini kami membeli berbagai jenis bahan pakaian dari Cina. Disini kami mengolahnya menjadi pakaian yang siap pakai. Sudah menjadi budaya kami untuk saling bekerjasama."

"Orang-orang yang sudah pandai menjahit, mengajarkan keterampilannya kepada yang belum bisa. Sampai akhirnya hampir semua penduduk negeri ini pandai menjahit. Kualitas jahitan yang dihasilkan sangat baik. Pakaian hasil produksi negeri ini sangat diminati pembeli dari berbagai negeri. Dan kami anak-cucunya, bisa hidup seperti ini dengan bekal keterampilan menjahir pakaian yang diwariskan oleh nenek moyang kami,” kata Morsan mengakhiri ceritanya.

“Menarik sekali cerita bapak. Di Makkah, negeri kami, harga pakaian asal negeri Bushra memang lebih tinggi daripada pakaian yang berasal dari negeri-negeri lain. Kualitasnya tidak terkalahkan. Selain terbuat dari bahan yang berkualitas tinggi, teknik penjahitannya pun menghasilkan pakaian yang tahan lama. Dimana saya bisa membeli pakaian yang dibuat penduduk Bushra dengan harga yang paling murah ?” tanya Thalhah.

“Di negeri ini, pembagian tugas sudah berjalan dengan baik sekali. Ada orang yang pekerjaannya sebagai penjual bahan pakaian yang dibawa dari Cina. Ada juga orang yang bekerja sebagai penjahit. Hasil jahitan mereka dijual kepada pengumpul. Tujuan pembagian tugas itu adalah untuk mempertahankan harga. Tidak ada banting-bantingan harga. Setiap pekerjaan memberikan keuntungan yang setara dengan pekerjaan yang dilakukan. Kebetulan ayahku bertugas sebagai pengumpul. Kau bisa berbelanja pakaian padanya,” jawab Morsan.

“Jika kau berminat, kau bisa ikut bersamaku sekarang,” lanjut Morsan.

“Baiklah. Kali ini, minumanmu aku yang bayar,” kata Thalhah sambil mengeluarkan sejumlah uang receh dan memberikannya kepada pemilik warung.

“Mari kita berangkat,” ajak Morsan.

Tak lama kemudian, keduanya pun sampai di rumah orang tua Morsan. Betapa takjubnya Thalhah. Ia melihat tumpukan pakaian jadi berkualitas tinggi yang sudah siap dibawa ke berbagai negeri. Pakaian seperti itu, biasanya dijumpainya di Syam. Ia lebih takjub lagi karena harga pakaian-pakaian itu sangat murah. Jauh lebih murah daripada ketika ia membelinya di Syam.

“Sayang sekali aku tidak membawa uang dalam jumlah banyak. Tapi aku punya keyakinan bahwa barang-barang seperti ini akan laku di Makkah. Aku ingin membeli pakaian-pakaian ini sebanyak seratus potong,” kata Thalhah.

“Baiklah. Silahkan pilih barang yang ingin kau beli. Setelah itu kau bisa ke ayahku untuk mengetahui jumlah harganya,” kata Morsan. Thalhah pun memilih pakaian yang ingin dibelinya. Tak lama kemudian, ia sudah kembali ke penginapan dengan membawa sejumlah barang yang sudah dibungkus rapi. Morsan membantunya membawakan sebagian barang bawaannya.

Dan itu adalah tonggak kejayaan imperium dagang Thalhah bin Ubaidillah. Setelah kembali ke Makkah, ia menjual seluruh barang bawaannya. Benar dugaannya. Semuanya cepat laku dengan harga yang cukup tinggi. Hasil penjualannya digunakan untuk membeli bahan makanan, dan segera dibawanya ke Bushra. Hanya itu yang dilakukannya selama tiga bulan ini.

Pada awalnya ia hanya membawa tiga ekor unta dan dua orang budak, tetapi setelah tiga bulan, armada dagangnya sudah bertambah banyak. Jumlah untanya sudah sepuluh ekor. Ia pun dibantu oleh lima orang budak. Selama tiga bulan itu, ia tidak pernah kembali ke Makkah. Hanya para budak dan unta-untanya lah yang bolak-balik Makkah – Bushra membawa barang dagangan. Dan kerinduan pada kampung halaman pun semakin memuncak.

Belajar bisnis dari Thalhah, Sang syahid yang hidup (2)

Di pojok pasar, ia menemui seorang pengunjung yang membawa banyak barang belanjaan.

"selamat pagi, Bapak. Saya melihat bapak belanja banyak hari ini. Bolehkah saya bertanya tentang beberapa hal?" Sapa Thalhah

Orang yang disapa memandang Thalhah curiga. Dipandanginya Thalhah dengan pandangan curiga. Dipandanginya Thalhah berulang-ulang. Saat itu pasar sedang ramai. Tidak mungkin orang ini bermaksud jahat kepadaku, pikir orang itu. Walaupun orang yang ada dihadapannya tampak asing, tetapi ia tidak membawa senjata apapun, pikirnya lagi.

"Anda tampak seperti orang asing. Apakah anda datang dari negeri lain?" orang itu balik bertanya.

"Benar, bapak. Saya Thalhah bin Ubaidillah, saya berasal dari Makkah. Sekitar dua hari perjalanan dari negeri ini. Kemarin kami kemalaman, sehingga kafilah kami terpaksa menginap disini. Tadi pagi, mereka kembali ke Makkah, sedangkan aku tinggal lebih lama disini." jawab Thalhah sambil mengulurkan telapak tangan kanannya. Orang itu menjabat tangan Thalhah.

"Oh, namaku Morsan. Aku sangat haus. Bagaimana jika kita bicara sambil minum di warung itu?" tanya orang itu seperti meminta persetujuan dari Thalhah.

"Baiklah. Mari Kita kesana!" ajak Thalhah. Beriringan mereka menuju warung. Thalhah membantu Morsan membawa barang belanjaannya.

Keduanya memesan segelas minuman. Kemudian mengambil tempat duduk yang menghadap ke jalan. Mereka melanjutkan pembicaraan yang terputus tadi. Morsan memulai pembicaraan.

"Adakah yang bisa kubantu?"
"Betul, bapak. Aku hanya ingin sekedar bertanya. Sejak memasuki negeri ini, aku tidak melihat sepetak tanah pun yang ditumbuhi tanaman gandum atau kurma. Tanah disini tampak gersang. Apakah keadaan ini terjadi sepanjang tahun?" tanya Thalhah

"Betul anak muda. Negeri ini sangat gersang. Sangat jarang tanaman yang bisa tumbuh disini. Bahan makanan untuk para penduduk biasanya dibawa dari luar Bushra. Para pedagang dari negeri ini yang membawanya dari Makkah. Mereka membelinya disana dan kemudian menjualnya kembali disini." jawab Morsan.

"Aku sering melintasi negeri2 yang keadaan alamnya seperti ini. Tanahnya tandus. Air sulit didapat. Biasanya negeri itu keadaan ekonominya sangat parah. Tapi negeri ini sungguh berbeda. Walaupun tandus, negeri ini cukup makmur. Kulihat rumah2 yang cukup baik kondisinya. Hampir semuanya terbuat dari batu. Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Thalhah.

"Ya. Nenek moyang kami sangat sadar dengan kondisi alam negeri ini. Mereka sangat paham bahwa kami semua tidak akan mungkin mengandalkan hidup dari pertanian. Itu lah sebabnya kami mencari sumber penghidupan yang lain." papar Morsan sambil meneguk isi gelasnya.

"Yang pertama kali mereka lakukan adalah membuat kolam penampungan air. Hampir semua rumah disini memiliki kolam untuk menampung air di musim hujan. Beberapa sumber air di negeri ini akan kering pada musim kemarau. Dengan air dari kolam itu, kami bisa memenuhi kebutuhan air untuk mandi dan mencuci. Beberapa sumber air yang tidak kering bisa digunakan untuk seumber air minum." lanjut Morsan.

"Nenek moyang kami juga melakukan berbagai usaha untuk melanjutkan kesejahteraan hidup."

Apakah usaha itu? ini yang menarik
tapi lanjut besok aja deh capek ngetiknya :D

Sabtu, 18 Oktober 2008

Belajar bisnis dari Thalhah, Sang syahid yang hidup

Kita flashback ke 15 abad yang lalu...
tulisan Bang Jay yang layak di dokumentasikan

Pedagang berkebangsaan Arab itu masih sangat muda, tetapi semangat berdagangnya sangat besar. Usianya masih belasan tahun, tetapi ia sudah datang ke negeri Bushra dengan kafilah dagang yang cukup besar. Ia adalah Thalhah bin Ubaidilah, seorang saudagar muda asal negeri Makkah.

Tiga bulan yang lalu ia berangkat dari Makkah dengan membawa tiga ekor unta yang sarat dengan muatan barang2 dagangan khas dari jazirah Arab seperti kurma dan gandum. Bahan makanan seperti ini sangat laku di Bushra, yang tanahnya gersang. Harganya pun jauh lebih tinggi daripada di negeri asalnya.

Ia juga membawa dua orang budak yang bertugas menjajakan dagangannya di pasar. Mereka memang budak, tetapi Thalhah memperlakukan mereka tidak seperti orang-orang Arab umumnya memperlakukan budak. Ia menetapkan jam kerja yang manusiawi bagi mereka. Di luar jam kerja itu, mereka bisa melakukan aktifitas lainnya diluar rumah yang disewanya di Bushra.

Mereka pun beristirahat dengan leluasa. Dan bila Thalhah membutuhkan bantuan di luar jam kerja, mereka pasti akan mendapatkan hadiah berupa makanan ataupun pakaian. Tidak ada sumpah serapah atau lecutan cambuk.

Beberapa bulan sebelumnya, ia masih menjadi bagian dari kafilah dagang Abu Bakar. Terakhir, ia mengikuti saudagar tua yang sarat pengalaman dagang itu berniaga ke negeri Syam. Dari perjalanan itu, ia memperoleh cukup banyak keuntungan yang bisa digunakannya sebagai modal untuk berdiri sendiri. Bahkan Abu Bakar bersedia memberinya bantuan modal ketika ia mengutarakan maksudnya untuk memulai usaha dagangnya sendiri. Niat baik Abu Bakar dan baik budi itu ditolaknya dengan halus. Ia merasa cukup dengan modal yang dimilikinya.

Dalam perjalanan pulang ke negeri Mekkah, mereka harus melintasi sebuah kota kecil bernama Bushra. Seluruh anggota kafilah terpaksa menginap disini karena hari sudah menjelang malam ketika mereka tiba di batas negeri ini. Dalam pengamatan Thalhah, negeri ini adalah negeri yang tandus dan gersang.

Tanaman hanya tumbuh pada musim hujan. Di luar musim itu, nyaris tidak ada tanaman yang bisa bertahan hidup. Itulah sebabnya negeri ini sangat kekurangan bahan makanan, terutama pada musim kemarau. Dan keadaan inilah yang tercium oleh naluri dagangnya.

Untuk mempertajam hasil pengamatannya, Thalhah meminta izin kepada Abu Bakar untuk tinggal lebih lama di Bushra. Selain itu Thalhah juga menitipkan sebagian barang bawaannya. Permintaan itu diluluskan Abu Bakar. Saudagar baik budi ini pun meminjamkan seekor kudanya sebagai kendaraan Thalhah. Esok paginya ketika kafilah dagang Abu Bakar mulai bergerak kembali menuju Makkah, Thalhah memulai pengamatannya di negeri yang miskin hasil pertanian ini.

Pada mulanya ia merasa sangat heran. Bagaimana mungkin negeri tandus seperti Bushra ini tingkat ekonominya cukup tinggi? Rumah-rumah penduduk disini tergolong cukup besar dan terbuat dari batu. Biaya pembuatannya pasti cukup mahal.

Walaupun masih muda usia, ia sudah cukup berpengalaman. Misi dagangnya bersama Abu Bakar sudah melintasi berbagai negeri yang sangat jauh dari kampung halamannya. Biasanya ia menemui kemiskinan di negeri-negeri gersang seperti ini. Tapi Bushra adalah pengecualian.

Walaupun gersang, negeri ini cukup makmur. Di beberapa pasar yang didatanginya, ia menyaksikan sendiri bagaimana penduduk Bushra membelanjakan uangnya. Daya beli mereka sangat tinggi. Bahan-bahan makanan yang di beli di Makkah harganya sangat mudah dipasar itu dijual dengan harga dua atau tiga kali lipat. Itu pun laku keras.

Thalhah semakin penasaran. Dari mana para penduduk Bushra memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya?

Darimana hayo?
lanjut besok ya :)

Rabu, 15 Oktober 2008

Si Om dan Calon Pewarisnya

Om bob dan calon pewarisnya


Calon pewaris om bob, pak Budi Utoyo (Leha2 spa), om bob, dan pak ari (pemilik pesantren wirausaha di banten). Yang fotoin bang Jay. Sori Bang kaga kliatan hehehe


Nih dah fotonya Bang Jay biar ane kaga kualat

Minggu, 12 Oktober 2008

Cukup satu keburukan, anda tamat

Kenapa ya orang suka menukar yang murah dengan yang mahal..
Mengapa kita suka membunuh bebeknya demi sebuah telur emas..
Mengapa kita tidak membiarkan bebek hidup untuk menghasilkan telur-telur emasnya..

Kadang keuntungan bisnis emang menggiurkan
sehingga kita lebih tergoda dengan keuntungan jangka pendek
done. orang hanya sekali transaksi sama kita. kemudian kapok.
apakah dunia ini begitu luas?
tidak, dunia ini sempit..
anda tamat

Percayalah kabar buruk itu lebih cepat menyebar dari kabar baik..
banyak orang lebih percaya dengan kabar buruk daripada kabar baik..
dunia tempat kita bernaung sudah sempit
internet telah menembus batas2 ruang dan waktu
keburukan anda akan segera menyebar
anda tamat

cukup satu keburukan anda, maka akan segera menyebar..
layak jamur di musim penghujan..
hingga satu orang pun tidak akan ada lagi yang percaya anda..
anda tamat.

Segala sesuatu yang ada pada diri kita..
kelebihan2 yang ada pada diri dan perusahaan kita
sangat mudah untuk ditiru di era ini..
Anda merasa punya produk bagus? punya pasar bagus? tidak..
puluhan perusahaan sejenis akan cepat menyaingi anda..
anda tamat

lalu apa yang tersisa?
our integrity

business is human..
ketika anda menyia2kan kepercayaan
ketika apa yang anda katakan beda dengan yang anda lakukan
anda tamat

Ingat kemampuan marketing word to mouth alias dari mulut ke mulut
apalagi jika orang yang anda salahi kepercayaannya memiliki integritas tinggi..
kebayangkah jika orang itu memberikan testimoni tentang anda dan perusahaan anda?
Ya, sekali lagi, anda tamat.

Minna san,
kenapa kita ga pernah belajar, bahwa silaturahmi jauh lebih penting dari nilai bisnis itu sendiri..
kebayangkah diri kita menjadi kaya? namun kemudian kita tidak memiliki teman untuk berbagi?
Tidak, jangan rusak kepercayaan itu hanya demi keuntungan sesaat
anda tamat

So, sebenarnya ini nasihat untuk diri sendiri
untuk jangan pernah menyia2kan kepercayaan orang
karena kita ga akan pernah tau, siapa orang yang kita sia2kan kepercayaannya..
berapa besar pengaruhnya

Masih ada waktu untuk kita berbenah..
untuk merubah diri kita
Dan memperbaiki kepercayaan yang sudah ada.
sebelum segala keburukan kita menjadi terlambat dan menyebar

Smoga kita sadar, dan bebek itu akan segera menghasilkan telur2 emasnya

Sabtu, 11 Oktober 2008

Belajar istilah2 dunia marketing yuk

Istilah Dalam Dunia Marketing


1.Loe liat seorang cewek cantik d sebuah pesta..
loe samperin trus langsung ngomong,'Gw orang kaya, nikah sama gw yuk!'
Itu namanya Direct Marketing

2.Loe lagi di sebuah pesta sama temen2 gokil loe trus loe tiba2 liat ada cewe cakep
banget..
Salah satu temen loe samperin tuh cewe sambil nunjuk ke loe dia ngmg,'Dia orang
kaya, nikah ama dia yah!'
Itu namanya Advertising

3. Loe liat seorang cewek cantik d sebuah pesta.. loe samperin trus minta nomor henponnya..
besokannya loe telpon dia trus langsung ngomong,'Gw orang kaya, nikah sama gw yuk!'
Itu namanya Telemarketing

4. Loe liat seorang cewek cantik d sebuah pesta.. loe rapihin dasi gembel loe, loe tuangin minum buat dia, bukain pintu buat dia, bawain barang2nya, trus sambil loe anterin pulang loe ngomong,'btw gw orang kayak, nikah sama gw yuk!'
Itu namanya Public Relations

5. Loe liat cewek cantik di sebuah pesta..
Dia nyamperin loe trus ngmg,'Loe orang kaya kan , nikah sama gw yuk!'
Itu namanya Brand Recognition

6. Loe liat seorang cewek cantik d sebuah pesta..
loe samperin trus langsung ngomong,'Gw orang kaya, nikah sama gw yuk!'
.. trus loe dapet gamparan pedes dari dia..
Itu namanya Customer Feedback

7. Loe liat seorang cewek cantik d sebuah pesta..
loe samperin trus langsung ngomong,'Gw orang kaya, nikah sama gw yuk!'
.. trus dia kenalin loe ke suaminya..
Itu namanya Demand and Supply Gap

8. Loe liat seorang cewek cantik d sebuah pesta.. loe samperin tp blom juga loe sempet ngmg apa2, ada cowo laen dateng trus langsung ngomong,'Gw orang kaya, nikah sama gw yuk!' ..
Itu namanya Marketing Competition

9. Loe liat seorang cewek cantik d sebuah pesta.. loe samperin tp blom juga loe sempet ngmg apa2, ada cowo laen dateng trus langsung ngomong,'Gw orang kaya, nikah sama gw yuk!' dan tuh cewe cabut pergi ma itu cowo..
Itu namanya Losing Market Share

10. Loe liat seorang cewek cantik d sebuah pesta..
loe samperin tp blom juga loe sempet ngmg 'Gw orang kaya, nikah sama gw yuk!' .. tiba2 istri loe nongol..!
Itu namanya Barrier To New Market Entry

Logo PT.Alpha Agro Raya




Trima kasih buat pak heppy yg udah buatin..
oiya, klo mau buat logo bisa di http://mascotidea.blogspot.com

Jumat, 10 Oktober 2008

List Kegagalan Bisnis dan Alasan2nya..

Baru aja chating sama temen, katanya takut gagal mau bisnis hehehe...
nih gw tulis daftar gagal gw biar kaga takut hihiihi

Sebagian masih relevan lho untuk ditindaklanjuti. Semoga bisa dipetik pelajaran. Bangga banget ya banyak gagal hehehe

Biar pada tau, klo saya bukan orang hebat.. tapi berdarah2 dengan kegagalan2.. hihihi..

List bisnis saya yang gagal :
1. Jualan buku. Alasan gagal : ketepu sama rekan bisnis
2. Nyetak kaos. Alasan gagal : fokus sm produksi ga ada demand
3. Pijat refleksi. Alasan gagal : karyawan ga bener
4. Balong/kolam di Sukabumi. Alasan gagal : mismanagement
5. Toko komputer. Alasan gagal : fokus sm produksi
6. Jualan Baju. Alasan gagal : fokus sm produksi
7. Jualan Selimut. Alasan gagal : ga fokus aja cuma disambi
8. Konsultan IT. Alasan gagal : ga fokus aja cuma disambi. Padahal project banyak
9. Jualan voucher hp. Alasan gagal : ga fokus aja cuma disambi
10. Servis komputer Alasan gagal : ga fokus aja cuma disambi
11. Toko ikan. Alasan gagal : cuma ikut tren
12. Bikin stiker n gantungan kunci Alasan gagal : fokus sm produksi doank
13. Rental PS. Alasan gagal : Mismanagement
14. Petshop. Alasan gagal : ga fokus cuma disambi
15. Distributor gula merah Alasan gagal : mismanagement
16. cetak majalah, sempat 5000 eksepmlar. Alasan gagal : ga fokus cuma iseng
17. cucian motor. Alasan gagal : salah ngitung asumsi hehe
18. proyek2 online store sama internet marketing. Alasan gagal : cume iseng2 n blajar
19. Roti bakar. Alasan gagal : karyawan bubar dipecat bos hehe.. lagi mau distrategi ulang
20. Warnet. Alasan gagal : ga siap antisipasi perubahan. tutup 3 cabang euy
21. dan lain2.. sampe lupa

Belum lagi kalo ditambah rencana-rencana yang gagal, macam es sari tebu, kebab dan lain2.. wah ga keitung deh

Nah buat temen2 yg udah pegang modal, jangan gatel mau buru2 buka bisnis. Pastiin dulu permintaannya.. tuh, pengalaman saya bisa diambil deh.. hasilnya pasti gagal

Tapi beberapa masih relevan lho.. antara lain
1. Bikin kaos. Sekarang bisa dijual online dan eksklusif. design yang bagus ya.. nanti saya beli deh. ada yg minat hehe
2. Balong. Permintaan banyak. Malah balong kita yg didatengin. bisa sukses, asalkan kelola sendiri.
3. Rental PS. asal kuat aja dimarahin ibu2 n pihak sekolah hehe
4. Distributor gula merah. Masih lezat nih bisnis.
5. Proyek2 online store. Siapa yg mau garap nih bareng saya?

btw saya baru aja bikin facebook. pake adzan101[at]gmail[dot]com add ya